Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Doa Sebagai Alternatif Mencapai Cita-Cita

Doa Sebagai Alternatif Mencapai Cita-Cita

Ahlussunnah wal jamaah adalah representasi satu-satunya yang akan memasuki surga dari 73 pecahahan golongan Islam. Deskripsi ini tentunya bukan dari hasiol mengada-ada, tetapi buah dari sabda Rasulullah sendiri. Ada hadiah yang sangat spesial diberikan kepadakelompok Ahlussunnah oleh syara’, yaitu doa.
Ibrahim Al-Bajuri mendefinisikan doa dengan “ Memohon kepada Allah dengan cara merendahkan diri.” Mengapa harus merendahkan diri? Karena, logikanya mudah saja. Mari kita perhatikan pengemis di jalanan. Mereka merendahkan diri dan memasang wajah iba dan sedih dengan harapan mendapatkan rupiah dari orang yang melintas.

Bandingkan dengan preman memalak orang lain dan dengan kasar meminta uang, jangankan mendapat uang, orang yang melihatnya saja akan menghindar jauh-jauh.
Dari analogi di atas terlihat jelas bahwa sikap sangat memengaruhi keterikatan hati seseorang. Pengemis mendapatkan uang dengan mudah dengan sikap merendahnya, sedangkan preman harus bertaruh nyawa. Padahal orientasi keduanya sama.

Dari ulasan di atas, tentu doa pun demikian. Harus dilakukan dengan sikap merendahkan diri dalam meminta kepada Allah. Doa sangat bermanfaat dalam roda kehidupan manusia. Bukan hanya untuk yang masih hidup saja, namun yang sudah meninggal juga akan sampai manfaat dari doa itu.
Dalam alqur’an Allah SWT berfiman "ة  و قال ربكم ادعوني استجب لكم “ “dan tuhanmu berfirman ‘ berdoalah kepadaku maka akan aku kabulkan bagimu’”
Substansi dari ayat di atas menyatakan bahwa selaku hamba yang lemah tidak pernah luput dari kebutuhan hidup, maka Allah pun memerintahkan agar selalu berdoa. Karena, dengan berdoa Allah akan memudahkan bagi hambanya apa yang dianggapnya dulu sukar. 
Sejatinya manusia dilahirkan dengan membawa ketentuan qada dan qadar yang telah ditentukan dari azali. Baik dan buruknya sudah tertera jelas dalam garis takdir. Lalu, untuk apa lagi berdoa? Apakah ada fungsinya sedangkan takdir telah ditetapkan?
Secara garis besar qadha diklasifikasikan menjadi dua:

Qadha Mubram
Qadah mubram adalah ketetapan jalan hidup manusia yang telah diatur di Lauh Mahfuz dan tidak dapat ditolak kedatangannya meskipun dengan doa. Tapi, Allah SWT menunjukkan keadilannya dan tidak akan membuat hambanya purus asa. Pasalnya, meski qadha mubram tidak dapat diubah lagi dengan doa secara totalitas, namun dengan berdoa dapat meminimalisir sesuatu yang telah ditetapkan dalam qadha mubram. Misalnya, seseorang telah ditentukan untuk tertimpa sebuah batu besar. Maka ketika ia telah berdoa, batu besar yang tadinya akan menimpa dirinya akan berubah menjadi batu kecil. Tanpa berubah dari tertimpa atau tidaknya. Melainkan kecil atau besarnya batu yang menimpa. Bahkan boleh jadi batu itu berubah menjadi debu yang menimpa dirinya.

Qadha Mua’llaq
Qadha mua’llaq adalah ketentuan allah SWT yang memiliki ikatan erat dengan qadha mubram. Namun, qadha mua’llaq ini bisa berubah sama sekali dengan doa. Dengan diiringi dengan doa bisa saja ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah yang diikatkan dengan doa hambanya akan berubah sama sekali.
Keduanya memiliki keterikatan kuat dengan doa. Karena itu Ibrahim Al-Bajuri sangat menganjurkan untuk berdoa. Mengikat relasi vertikal dengan Allah SWT. Ketika seorang hamba berdoa untuk terhindar dari mara bahaya atau mendapatkan sebuah hal yang disenangi, maka ia akan berharap agar doa itu dikabulkan. Maka untuk terkabulnya sebuah doa memiliki beberapa adab dan syarat yang harus ditunaikan. 

Mengutip kitab Tuhfatul Murid berikut beberapa syarat terkabulnya doa:

1. Mengonsumsi makanan halal.
2. Meyakini bahwa doanya akan diijabah oleh Allah.
3. Hati tidak boleh lalai ketika berdoa.
4. Tidak berdoa untuk memustukan rahmat atau membinasakan orang muslim.
5. Tidak berdoa hal yang mustahil.
Dan berikut ini beberapa adab dalam berdoa agar dikabulkan:
1. Lebih dahulu berwudhu’ dan salat
2. Pada waktu-waktu mustajabah, seperti ketika sujud, dan antara azan dan iqamah.
3. Menghadap kiblat
4. Mengangkat tangan ke arah langit.
5. Niat bertaubat dengan menyesali doa yang telah lalu, serta keikhlasan hati.
6. Mengawali, menengahi, dan mengakhiri doa dengan memuji Allah SWT dan berselawat kepada Rasulullah SAW.

Perlu diketahui ketika seseorang berdoa dengan telah melengkapi ketentuan-ketentuan di atas namun terkadang doanya belum juga dikabulkan. Hal itu bukan dikarenakan Allah tidak mendengarkan doanya, melainkan Ia telah merencanakan sesuatu yang lebih hebat daripada isi doanya itu. Lagipula, pada dasarnya terkabulnya doa diklasifikasikan kepada beberapa cara:
1. Langsung dikabulkan sebagaimana adanya secara langsung.
2. Dikabulkan dikemudian hari karena terdapat hikmah lain di baliknya.
3. Allah SWT menggantikannya dengan apa yang tidak didoakannya karena kemaslahatan yang lebih baik baginya.

Di samping berdoa pada Allah SWT tentunya hamba juga dituntut untuk berusaha, bukan hanya dengan melipat tangan dan berpangku lutut. Karena doa tanpa usaha tak ubahnya bagaikan ilusi hipokrisi. Dan usaha tanpa doa akan melahirkan sifat takabur. Doa dan usaha adalah salah dua hal yang sangat krusial dan saling memiliki keterikatan dalam mencapai sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, kita selaku hamba Allah jangan pernah bosan memohon dan meminta pada-Nya, serta diiringi dengan usaha. Karena apa yang kita cita-citakan sangat bergantung pada kehendak Allah SWT. Wallahu A’lam.