Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Dayah dan Universitas Bersatu

 

Ketika Dayah dan Universitas Bersatu



Pendidikan merupakan keterkaitan antara pendidik dan peserta didik dan ospek pendidikan lainnya. Pendidikan merupakan hal yang tidak boleh tidak harus ditempuh oleh setiap manusia. Berdasarkan hadis nabi Muhammad SAW, “Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat”. Ini merupakan hadis yang memberikan peluang luas untuk setiap manusia dalam mengenyam ilmu pengetahuan.
Dalam menempuh pendidikan tentu diperlukannya aspek pendidikan. Salah satunya adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan melaksanakan proses pembelajaran berdasarkan aturan yang berlaku dan mampu melahirkan lulusan yang kompeten. Dengan tujuan inilah setiap pendidikan akan terus meningkatkan kualitas pendidikannya.

Lembaga pendidikan di Indonesia terdiri dari lembaga pendidikan umum dan keagamaan. Lembaga pendidikan umum merupakan lembaga pendidikan yang melahirkan lulusan yang mahir di bidang umum seperti sains, sosial-politik, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedangkan lembaga pendidikan keagamaan melahirkan lulusan yang mampu di bidang agama seperti tafsir, fiqh, gramatika arab dan lain-lain.

Dayah

Dayah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan keagamaan yang hanya ada di provinsi paling barat Indonesia, Aceh. Jika dilihat sekilas, dayah sama dengan pondok pesantren lainnya di Nusantara, namun pada dasarnya kedua lembaga pendidikan ini memiliki perbedaan. Walaupun di era sekarang perbedaan tidak diperdapatkan lagi.

Dayah dirintis pendidikannya sejak masa pra-kolonial dan menjadi satu-satunya instansi pendidikan resmi Kesultanan Aceh Darussalam, dan saat itu menjadi tempat anak-anak belajar aksara Arab. Sejarah mencatat, dayah yang pertama sekali didirikan adalah Dayah Cot Kala yang terletak di bagian timur Aceh. Dayah Cot Kala juga diyakini sebagai lembaga pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara. Dayah ini pun didirikan saat perkembangan Islam di Nusantara.

Metode pembelajaran di dayah masih menggunakan metode pembelajaran tradisional seperti sorogan, bendogan, nasehat, bahtsul masail dan lain-lain. Kitab-kitab yang dipelajari di dayah merupakan kitab-kitab karangan  ulama terdahulu atau yang biasa disebut dengan kitab kuning.

Pendidikan dayah memiliki karakteristik tersendiri, berbeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya seperti sekolah dan universitas. Berdasarkan pemahaman pendidikan dayah, yang diperlukan oleh seorang santri adalah ridha seorang guru yang nantinya akan memperoleh keberkatan. Tanpa keberkatan, santri bisa dikatakan gagal dalam menuntut ilmu. Keberkatan dimaksud adalah bermanfaatnya ilmu terhadap dirinya dan orang lain.

Universitas Islam

Universitas islam dirintis pendiriannya pada masa pra kemerdekaan untuk mengangkat harkat dan martabat umat islam di Hindia-Belanda. Universitas islam pertama didirikan pada tanggal 8 Juli 1945 yang bernama Sekolah Tinggi Islam Jakarta. Pada saat itu dipimpin oleh Prof. Abdul Kahhar Muzakkir. Kemudian didirikannya Universitas Islam Indonesia, hingga saat itu banyak Universitas Islam bertebaran di Nusantara.

Universitas Islam merupakan satu dari sekian banyak Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Perguruan Tinggi Islam terdiri dari Universitas Islam, Institut Agama Islam dan Sekolah Tinggi Agama Islam.

Kedua lembaga pendidikan Islam ini (Dayah dan UI) melahirkan lulusan yang mahir di bidang keislaman. Hanya saja Dayah melahirkan lulusan tanpa gelar sarjana, berbeda dengan UI yang lulusannya memiliki gelar sarjana.

Namun, ada sebagian oknum yang menyebarkan isu-isu yang mengakibatkan masyarakat salah paham terhadap dua lembaga pendidikan Islam ini. Ada sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa menempuh pendidikan di Dayah tidak memiliki masa depan. Berbeda dengan lulusan UI yang memiliki gelar sarjana dan lulusannya dapat bekerja di Instansi mana pun yang sesuai dengan bidangnya. Lulusan dayah hanya mampu menjadi imum gampong dan teungku-teungku yang mengajar di balai-balai pengajian.

Sebagian oknum yang lain melarang menempuh pendidikan di UI dengan alasan banyak pemahaman ngawur di dalamnya serta perkara duniawi. Isu yang semacam inilah yang menjadikan dua lembaga pendidikan Islam ini saling bertolak belakang dan saling vonis.

Menurut hemat penulis, tuduhan kepada lulusan dayah tidak memiliki masa depan merupakan perkara yang tidak bisa logis. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan masa depan? Mendapat SK PNS kah? Penulis tidak menyalahkan anggapan yang mengatakan bahwa orang yang sudah mendapat SK PNS dapat dikatakan sukses, namun menurut penulis sukses yang hakiki adalah saat kita di persidangan Allah nanti di akhirat. Ilmu bermanfaat lah yang menjadi salah satu penolong kita. Maka jika itu yang dikatakan dengan masa depan tidak ada hubungannya dengan gelar sarjana dan SK PNS. Lulusan Dayah maupun UI jika memiliki akhlak yang mulia, mengerjakan amal salih, maka akan memperoleh kesuksesan di akhirat nanti.

Sedangkan banyaknya terdapat pemahaman ngawur di UI, penulis tidak menyalahkan tuduhan ini, karena banyak mahasiswa yang menempuh pendidikan di UI tidak dilatarbelakangi oleh pendidikan agama yang matang. Namun, seandainya yang menempuh pendidikan di UI adalah yang telah matang ilmu agama, insyaallah tidak akan terkontamidasi oleh pemahaman-pemahaman ngawur yang disuguhkan oleh dosen di ruang kuliah. Justru mereka nanti yang akan memberantas pemahaman ini.

Vonis perkara duniawi terhadap UI adalah benar. Namun, jika melihat saat ini banyak pimpinan instansi keagamaan adalah mereka yang tidak mengerti Islam atau mereka yang mengerti Islam namun di luar konteks yang sebenarnya, maka alangkah diperlukannya lulusan dayah untuk memimpin instansi keagamaan dengan memiliki gelar sarjana, magister, bahkan doktor. Agar tujuan penegakan paham aswaja dan syari’at Islam di Aceh dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

Sebuah terobosan baru telah ada di dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga. Dayah salafiyah terbesar di Aceh ini telah mampu mengolaborasikan antara pendidikan dayah dan kampus. Namun demikian, tanpa mengurangi nilai-nilai salafiyahnya yang terus dipertahankan. Ini bertujuan untuk melahirkan lulusan dayah yang mampu menjadi orang besar di Aceh, Nusantara bahkan Internasional. Perkuliahan di MUDI bukan merupakan fokus utama santri, namun hanya pelengkap saja. Ini terbukti dengan perkuliahan yang hanya dilaksanakan pada siang hari.

Terobosan baru yang dicetuskan oleh seorang ulama karismatik Aceh, Abu Mudi telah membuktikan bahwa tidak selamanya Dayah dan UI bertolak belakang, ada kalanya melangkah bersama untuk menghasilkan lulusan yang mahir di segala bidang.

Bersatunya kedua lembaga pendidikan ini merupakan hal yang sangat luar biasa untuk melahirkan generasi Islam yang mampu bersaing dengan tokoh-tokoh Eropa, luar negeri, dan tokoh-tokoh dunia lainnya.