Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hijabku, Selfieku, Masbuloh?

 

Hijabku, Selfieku, Masbuloh?




Majalahumdah.com - Munculnya beraneka merek handphone lengkap dengan fitur kamera depan dan belakang yang canggih menjadikan selfie kian marak akhir-akhir ini. Bahkan selfie bagai telah menjadi kegiatan wajib dilakukan di tiap kesempatan. Tak hanya digandrungi kawula muda, bahkan pejabat negara sekaliber presiden pun ikut berselfie ria.

            Kata selfie lahir pertama kali di Australia pada sebuah forum online tahun 2002 dan mulai populer pada 2012. Selfie sendiri adalah akronim dari self picture, suatu genre fotografi yang menjadikan wajah sendiri sebagai objek. Menurut Dr. Mariann Hardey, pengajar Durham University dengan spesialisasi sosial media seperti dilansir di Guardian (14/07/2015), selfie adalah satu revolusi bagaimana seorang manusia ingin diakui oleh orang lain dengan memajang atau memamerkan foto tersebut ke jejaring sosial atau media lainnya, dengan harapan mendapat komentar baik dari orang yang melihatnya dan kemudian melakukannya lagi dan lagi.

            Wabah selfie memang sangat menjamur dan penyebarannya sungguh sporadik. Tidak hanya kaum hawa, virus swafoto ini juga merambah ke sebagian kecil lelaki. Survey Nielsen menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia dan 90% wanita Indonesia menyukai selfie. Termasuk mereka yang berhijab bahkan berniqab.

            Mengenai fenomena ini MUI telah mengklarifikasi dengan mengeluarkan fatwa bahwa mengunggah foto selfie ke media sosial hukumnya tidak haram selama menutup aurat. Sedangkan efek selfie yang bisa menimbulkan ujub, riya dan takabur adalah masalah hati yang tidak bisa ditakar oleh MUI. Akan tetapi, kita para muslimah sebaiknya berfikir lagi sebelum mengupload foto ke dunia maya. Perlu Anda ketahui bahwa foto yang kita upload ke internet bukan lagi mutlak milik kita. Siapapun boleh mengambil, menggunakannya bahkan mengaku foto itu sebagai dirinya. Lagi pula sebaik-baik wanita versi Baginda Rasul adalah yang tidak melihat dan yang tidak dilihat. Menampilkan kecantikan kepada nonmahram adalah sebuah dosa. Dan diluar sana ada ribuan bola mata lelaki ajnabi yang siap menikmati dan memanfaatkan foto selfie Anda.

            Islam adalah agama yang sangat mengagungkan wanita. Hijab yang disyariatkan bukan semata melindungi fisik dengan selembar kain. Tapi hijab yaitu menyembunyikan kecantikan dari yang bukan hak. Apalagi para wanita yang sudah menyempurnakan menutup auratnya dengan bercadar. Cadar hakikatnya adalah untuk menutupi, menyembunyikan dan menjaga. Bukan menutupi untuk ditampilkan kembali. Memang kita tak sepenuhnya bisa terlepas dari selfie di zaman ini. Jika kita yang tidak menyukai selfie, mungkin ada kawan lain yang mengajak bergroufie (group selfie) ria.

            Selfie memiliki dampak positif dan negatif yang perlu diketahui agar kita tidak sekadar ikutan. Diantara manfaat berselfie adalah mendokumentasikan kenangan dan momen berharga, meningkatkan rasa percaya diri, menambah semangat, menjadi hiburan di waktu luang yang membuat kita merasa senang dan dilimpahi energi positif untuk melakukan aktivitas kembali.

            Kaidah khairul umuri ausathuha (sebaik-baik urusan adalah pertengahan) tepat juga dalam selfie ini. Selfie bila dilakukan berlebihan akan berdampak pada self objectification (kecenderungan takjub pada diri sendiri), gila pujian, terlalu narsis, mempunyai obsesi besar untuk tampil sempurna, mengakibatkan candu, cepat pikun (penelitian dari Fair Field membuktikan kebenaran tersebut). Ohio State University juga merilis bahwa pria yang gemar selfie berpotensi menjadi psikopat karena minim rasa empati.

            Terlepas dari apapun efek yang disebutkan di atas, saya menghimbau khususnya kepada muslimah untuk tidak mempublikasi foto selfie Anda ke medsos. Permata itu mahal. Tapi Anda lebih mahal dari permata. Memajang foto selfie sama dengan memurahkan harga diri. Foto selfie Anda tidak masalah buat saya. Tulisan ini hanya bukti rasa peduli. Sekian.

Oleh: Intan Sri Hartati