Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Spirit Akademisi Makhad Aly



Oleh: Tgk Mazani Hanafiah

Majalahumdah.com - Pada tahun 2015, melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 17 Tahun 2015 pesantren diberi legalitas untuk menyelenggarakan pendidikan agama setingkat perguruan tinggi yang dinamai Makhad aly. Melalui PMA ini pada tahun 2016 Menteri Agama Republik Indonesia meresmikan 13 Makhad aly, pada tahun 2017 ditambah 14 Makhad aly, di tahun 2018 dan 2019 diikuti peresmian beberapa makhad aly yang lain, sehingga total jumlah makhad aly seluruh Indonesia terhitung dari tahun 2016 sampai tahun 2019 semuanya 48 makhad aly.


Sebagian makhad aly sudah terakreditasi, namun hanya lima makhad aly yang mendapat nilai mumtaz (A), sedangkan di luar pulau Jawa hanya satu mendapat nilai A, yaitu Makhad aly Mudi Mesra Samalanga. Tidak hanya disitu makhad aly Mudi tertanggal 8 april 2021 juga sudah keluar izin (SK) menyelenggarakan Makhad aly Marhalah Staniyah (M2) yang diberikan langsung oleh Direktur pendidikan diniyah dan pondok pesantren Bapak Dr. H. Waryono, M. Ag kepada Abu Mudi di Pondok pesantren Mudi Mesra Samalanga. Marhah Tsaniyah hanya ada tiga seluruh Indonesia, Makhad aly Situbondo, Makhad Aly Lirboyo, dan Makhad aly Mudi Mesjid Raya Samalanga.


Makhad aly adalah perguruan tinggi agama Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang pengusaan ilmu agama (tafaqquh fid din) berbasis kitab kuning yang diselengarakan oleh pondok pesantren. Program studinya adalah kesatuan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan pembelajaran tertentu dalam satu jenis akademik pendidikan agama Islam. Kurikulum pelajaran sesuai dengan takhasus penyelenggaraannya.


Amin Haedari menjelaskan bahwa Makhad aly merupakan salah satu bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik pesantren yang pendiriannya dilatar belakangi oleh kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang mampu melahirkan ulama, di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Dengan kata lain makhad aly merupakan lembaga kaderisasi ulama, sehingga di dalamnya tidak saja diajarkan ilmu-ilmu keagamaan, seperti tafsir, hadits, fiqih, teologi, dan tarikh tasyri', tetapi juga ilmu-ilmu umum, seperti sosiologi, antropologi dan filsafat. Sehingga alumnus makhad aly dapat berpartisipasi dalam menciptakan perubahan sosial dalam masyarakat Indonesia dan dapat menjawab tantangan globalisasi dan modernisasi.


Sistem belajar di makhad aly identik dengan kekhasan pesantren Indonesia. Namun juga dipadukan dengan sistem kuliah modern. Sudah menjadi tradisi, penyajian ilmu di lembaga pesantren adalah dengan cara sorogan yaitu guru yang membaca dan santri mendengar, santri bertemu langsung dengan gurunya, dan Bahsul Masail. Di Makhad Aly pun masih mempertahankan tradisi tersebut sehingga keorisinal sanad keilmuan dan auntentik ilmu yang didapatkan tetap utuh terjaga. Kemudian ditambah dengan mengkolaborasi sistem kuliah di luar pesantren, seperti presentasi materi dengan makalah, dengan diskusi panel, dan slide power poin.


Makhad aly hadir sebagai wadah pengkaderan ulama, dengan harapan menjadi jawaban responsif terhadap kelangkaan ulama yang kompeten, ulama yang punya kredibelitas, dan nilai spiritual tinggi sekaligus menjadi panutan suci masyarakat dalam menghadapi perkembangan zaman di era globalisasi dan digital ini. Pada awalnya harapan itu ditaruh pada perguruan tinggi keagamaan Islam, namun dari berbagai perguruan tinggi keagamaan Islam tersebut, seakan tidak medapatkan jawabannya, dan bahkan dari pesantren itu sendiri hampir juga tidak mendapatkan jawabannya.


Di era globalisasi dan gadget masa sekarang, pesantren dihadapkan oleh problem dan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan periode-periode sebelumnya. Maka, sudah tidak masanya lagi pesantren eklusif, tetapi menjadi inklusif merupakan sebuah keniscayaan, tidak menutup diri dari hal hal-hal baru yang datang dan disaat bersamaan juga menjaga tradisi lama yang baik.


Pesantren harus mampu mendialogkan kepentingan agama dengan perubahan zaman, mencari jalan tengah antara tradisionalis dan modernis, menengahi antara konservatif dengan progresif, memadukan antara tekstualis dan kontekstualis.


Pemikiran modernis yang lebih menekankan kepada kebebasan berfikir dan mengadopsi istilah-istilah atau kebudayaan asing belum tentu sepenuhnya sesuai dengan norma-norma agama yang sudah mentradisi dalam sosial masyarakat kita. Sementara pemikiran konservatif dengan menutup diri dari perubahan kebudayaan dunia luar merupakan sikap mengabaikan realita dan konteks. Apalagi memunculkan sikap fanatisme berlebihan, dengan menganggap diri paling benar dan mengklaim pihak lain dengan bid'ah dan kufur.


Maka disinilah pesantren dengan makhad aly-nya memiliki sebuah jargon kaidah "al-muhafdhatu 'ala al-qadim al-salih wa al-akhzu bi al-jadid al-aslah" artinya merawat tradisi lama yang baik sembari mengambil tradisi baru yang lebih baik.


Makhad aly juga bertujuan melahirkan lulusan yang mampu mengusai dan mendalami ilmu agama sesuai bidang dan jurusan yang menjadi takhasusunya dan menjadi destinasi keilmuan bagi intelektuak pesantren sendiri. Lulusan yang bisa bergaul dekat dengan masyarakat luas, dengan ilmu kepesantrenan menjadi jalur penghubung dengan masyarakat pada umumnya, dengan ilmu akademik yang sudah punya legalitas pengakuan dari negara mejadi jalan bisa mengisi kekosongan pada bagian-bagian kepemerintahan jika itu memang dibutuhkan.


Dalam sejarah pendidikan Aceh oleh Ali Hasyimi dalam bukunya Kebudayaan Aceh dalam Sejarah memaparkan, bahwa tujuan pendidikan dari Kerajaan Aceh Darussalam adalah untuk membina manusia sanggup menjadi pemimpin negara (sulthan), menjadi menteri, menjadi qadhi, dan penjabat-penjabat lainnya dengan ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan, dan selanjutnya untuk membina masyarakat taat kepada yang makruf dan menjauhi yang mungkar.


Untuk melahirkan lulusan dengan segudang harapan pendirian makhad aly, maka makhad aly meningkatkan kajian ilmiyah dan mendalami pengetahuannya tidak terbatas pada teks-teks klasik tetapi juga memadukan pembelajaran pada kajian-kajian kotemporer para pakar dibidangnya yang kompeten dan sesuai dengan takhasus. dengan memadukan sistem dan cara penyajian ilmu yang juga ikut modernis mengikuti perkembangan masa.


Namun demikan, sedikit perlu membenahi, seharusnya pelembagaan pendidikan tinggi pesantren ini dibarengi dengan memfalisitasi perpustakaan yang lebih memadai, masih ada makhad aly ketersedian kitab dan buku-buku diperpustakaan sekalipun mencukupi tapi masih dikategorikan sedikit, Minat baca dan belajar semestinya jangan terhalangi oleh keterbatasan menu kitab dan buku di pustaka.


Mahasantri diwajibkan mengikuti semua kegiatan rutinitas keseharian pesantren mematuhi semua peraturan, maha santri diwajibkan shalat berjamaah, punya awrad tertentu dalam kesehariannya, dekat dan berkhidmah pada guru. Dari gurunya bukan hanya belajar ilmu, tapi mahasantri juga mengikuti haliyah guru-guru spiritual yang berada di pesantren. 


Makhad aly hanya punya legalitas diselenggarakan oleh pesantren, berdiri dalam pesantren dan maha santri makhad aly adalah yang masih aktif domisili dipondok pesantren, juga ikut semua aktivitas keseharian dipesantren. Maka dari itu, mahasantri tidak hanya fokus pada menambah ilmu tapi juga sangat memperhatikan bagaimana ilmu itu didapatkan, bagaimana ilmu diamalkan, dan bagaimana ilmu itu bisa dikembangkan dan disebarluaskan (amal dan nasyru).


Lulusan makhad aly sebagai kader ulama yang mendalam pengetahuan agamanya juga mempunyai nilai spiritual tinggi. Dipersiapkan dengan berbagai macam ilmu yang diperoleh mampu menjawab problematika fiqhiyyah aktual ummat dan dengan nilai spritualitas yang tinggi bisa menjadi panutan suci dan teladan ditengah-tengah masyrakat.


Dengan metode ini semua, berbagai harapan dan tujuan makhad aly bisa terwujud dengan melahirkan kader ulama yang kompeten dibidangnya, punya kapabelitas dan kredibilitas untuk bangsa menuju sosial budaya keagamaan yang lebih bermaratabat. Amiin ya Rab. [] 


Referensi:

Ali Hayimi, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, cet. Ke-1, 1983.

Amin Haedari, Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Pondok Pesantren Ma‟had Aly Bagian IV(Jakarta: t.p, 2004)

Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3002 Tahun 2016 Tentang Izin Pendirian Mahad Aly

Syamsul Maarif, Pesantren Inklusif Berbasis Kearifan Lokal, 2015.

*Penulis adalah staf pengajar Dayah MUDI Mesra dan Ma'had Aly MUDI