Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Dibalik Keberkahan


Kisah Dibalik Keberkahan


Pertengahan Ramadhan tahun lalu,saya mengikuti pengajian khusus bulan Ramadhan untuk wanita-wanita remaja seusiaku yang belum berkeluarga.Walau selama di ma’had mengaji sudah menjadi kewajiban dan rutinitas sehari-hari.Bukan hal aneh jika di kampung halaman juga ikut mengaji dalam masyarakat umumnya yang tidak pernah merasakan jenjang pendidikan ma’had.Jika dibandingkan dengan pengajian selama di dayah,pengajian di kampung dikatakan lebih ringan karena yang dikaji adalah kitab-kitab tauhid dasar,dan fiqh Islam khusus wanita,untuk menjadi murid yang baik.Saya hanya bertugas datang tepat waktu dan mendengarkan.Jika ada yang kurang jelas harus langsung bertanya.Berbeda dengan di ma’had harus menguras otak untuk berpikir telebih dahulu untuk memahami khutbahnya.Diikuti kitab Mantiq dan Balaghah dan berbagai kitab lainnya. Dalam pengajian tak ada yang tau kalau saya adalah salah seorang santri MUDI,kecuali 2 orang kawan dan sepupu saya,maklum pengajian diadakan di kampung tetangga.Lebih-lebih untuk saling mengenal,untuk saling menyapa sesama anggota pengajian aja tidak,karena setiap jam belajar selesai saya langsung beranjak pulang,tidak ikut berbasa-basi dengan teman-teman,apalagi dengan sang ustadz.Selain hanya sekedar mengenal wajahnya,saya juga sedikit tau namanya,kalau gak salah diawali dengan Muhammad. Tak disangka setahun kemudian sekitar 3 hari sebelum Ramadhan saya dan keluarga pergi bersama mengantarkan paman pergi umrah.Saya bersama keluarga duduk bersama dibangku tunggu dan disamping saya ada seorang ibu paruh baya,bisa dibilang seusia ibu saya.Sedikit basa-basi ibu itu bertanya “Antar siapa?”,saya jawab “Antar paman,ibu antar siapa?” ibu itu menjawab “Anak saya umrah dengan hasil tabungannya sendiri”.Dengan begitu ramah ibu itu bertanya lagi “Ngaji dimana?” , mungkin bisa ditebak dari pakaian saya bahwa saya anak pesantren,saya menjawab “Di Samalanga, MUDI bu” ibu itu langsung menjawab “Anak saya juga ngaji di MUDI kalau masih disana mungkin sudah jadi guru.Tapi sekarang tidak ngaji lagi sudah mengajar di kampung”.Terang ibu itu panjang lebar.Tak hanya itu ibu itu juga menampakkan foto anaknya itu yang katanya mungkin saya kenal karena satu dayah.Tapi saya bilang MUDI itu luas gak mudah untuk saling kenal,apalagi dengan komplek putra mana bisa kenal. Diluar dugaan saya ternyata foto yang dinampakkan ibu itu adalah seorang guru saya tapi bukan di ma’had,melainkan guru di pengajian Ramadhan yang saya ikuti tahun lalu,dengan senang hati saya katakan bahwa saya mengenalnya,dan beliau adalah seorang guru saya. Tanpa saya sadari seorang sadari tadi yang sedang kami bicarakan datang menghampiri kami,dengan pakaian khasnya yang masih saya ingat,dan wajah yang tersenyum beliau berkata “Ummi,berangkatnya sekitar setengah jam lagi,karena harus nungguin semua jama’ah datang.Ayah kemana?ummi gak apa sendiri?”,Tanya beliau ,ibu itu menjawab “gak apa,ayah kamu itu ke kedai kopi seberang jalan,ummi ditemenin sama seseorang,siapa ya namanya?” tanyanya kepada saya ,”Cahaya ummi” jawab saya.”Oya Cahaya,katanya Cahaya murid Muhammad,juga ngaji di MUDI,Muhammad kenal gak?”.Dalam benakku terbesit mana kenal ustadz sama saya,kan selama di pengajian Ramadhan tahun lalu saya selalu memakai cadar,beda dengan sekarang,saya tidak menggunakannya,maklum saya belum istiqamah,baru coba-coba aja,apalagi di MUDI mungkin jumpa aja gak pernah. Dari percakapan singkat tersebut akhirnya kami saling tukar nomor dan keberangkatan jama’ah umrah dimulai dengan do’a-do’a agar para jama’ah aman dalam perjalanan,sehat selalu sehingga bisa mendapatkan umrah mabrur dan pulang dengan selamat,dan kami bisa mengikuti jejak mereka,amin. Karena jadwal keberangkatan malam hari,jadi dalam perjalanan pulang saya ketiduran,sesampai dirumah pun tanpa sempat memegang hp saya langsung tertidur kembali,sehingga paginya ketika saya buka hp ada satu WA dari ustadz. “Assalamu’alaikum,Cahaya bisa bantuin ustadz gak?” Dengan segera saya balas,karena memang ustadz udah WA dari semalam. “Wa’alaikumsalam ustadz,Insya Allah cahaya bisa,ada apa ustadz?.Maaf Cahaya baru balas WAnya” Mungkin karena disana masih malam,saya tidak segera mendapatkan balasan.Sekitar jam 10 ketika saya kembali membuka hp baru saya dapatkan balasan dari ustadz,berupa voice note.Yaitu,ustadz minta tolong sama saya agar bisa menggantikan ustadz mengajar anak-anak pesantren kilat yang diselenggarakan jum’at kedua dalam bulan Ramadhan di kampung saya sendiri. Sebuah kabar yang membahagiakan dan kesempatan yang luar biasa yang saya dapatkan.Karena sudah lama saya tunggu-tunggu,kapan saya bisa memetik hasil dan berbagi dari ilmu yang saya pelajari,agar bertambahnya keberkahan dari ilmu saya.Setidaknya tidak bisa saya amalkan buat diri saya secara utuh, agar orang lain yang akan mengamalkannya.Biar keberkahannya mengalir untuk saya dan guru-guru saya,sesuai dengan pesan para guru ketika sudah belajar jangan lupa untuk mengajarkan kepada orang lain. Dengan cepat saya langsung mengetik balasan untuk menjawab pertanyaan dari ustadz “Insyaallah cahaya bisa ustadz,terima kasih ustadz”. #BEUT_SEUMEUBEUT Goresan pena : Nurliana 6C