Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berdamai Dengan Emosi

 



majalahumdah.com-Cara paling ampuh untuk berdamai dengan emosi adalah dengan membayangkan bahwa orang yang menjadi sebab kita emosi adalah bagian dari kita.


Jika seandainya di jalan raya, tiba-tiba ada Ibu-ibu lampu seinnya ke kanan tapi belok ke kiri, coba ingat dan bayangkan andai itu Ibu kandung kita, bagaimana sikap kita seandainya dapat kabar kalau Ibu kita dimarahi oleh orang lain di jalan raya. Jika seandainya kita tidak ingin sang ibu dimarahi orang lain, maka orang yang ingin kita lampiaskan emosi juga bisa jadi punya anak dan keluarga yang mereka tidak setuju dan sedih dengan sikap kita yang memarahi Ibu mereka.


Di kelas misalnya, seandainya ada murid yang salah sikap, lalu kita marah, ingin menegurnya dengan keras, atau menghukumnya dengan cara yang di luar batas kewajaran, coba bayangkan seandainya adik kandung atau anak kandung kita bernasib seperti itu, Adakah kita rela mereka diperlakukan seperti itu? Jika tidak, tentu murid yang ingin kita marahi atau kita berikan hukuman yang tidak wajar juga punya keluarga yang mereka akan kecewa adik atau anaknya diperlukan seperti itu. Seandainya adik atau anak kita yang salah, kita punya 1000 alasan untuk memaklumi dan memaafkan mereka, lalu kenapa untuk orang lain kita bertindak semena-mena. 


Saat berperkara di peradilan misalnya, atau sengketa akibat bersenggolan di jalan raya, ada orang yang salah yang mesti membayar dan mengganti kerugian kita, saat kita ingin menuntut mereka, coba bayangkan andai kita atau keluarga kita di posisi mereka. Renungan seperti ini mendorong kita untuk lebih berlaku adil dan tidak manzalimi pihak yang bersalah dengan menuntut ganti rugi lebih dari kadar yang sewajarnya.


Dalam banyak hal, cara terbaik untuk berdamai dengan emosi, menghindari sikap-sikap arogan dan agar lebih adil terhadap pihak yang terlanjur melakukan kesalahan menurut pandangan kita, cara terbaiknya adalah mencoba memahami mereka dengan membayangkan bahwa mereka adalah bagian dari kita, atau menghayati bagaimana seandainya cara berlebihan yang ingin kita lampiaskan kepada orang lain diperlakukan kepada Ibu, adik, anak atau keluarga kita.

oleh: Tgk. H Muhammad iqbal jalil