Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Bukan Kitab Al-Umm ?

Mengapa Bukan Kitab Al-Umm ?


majalahumdah.com Ada sebagian orang yang suka nyinyir, kenapa di Pesantren gak ada kitab Al-Umm dalam kurikulum pembelajaran. Kenapa kitab Minhaj Al-Thalibin atau kitab Imam Nawawi lainnya serta syarahannya yang dijadikan kurikulum pembelajaran? Sehingga ada sebagian orang yang over pede menjadi Guru untuk mengajar kitab Al-Umm pada majelis pengajian umum, berhubung gak bakal ada yang debat , Padahal perjalanan mazhab Syafi’i gak sesederhana itu dan pendapat Imam Syafii bukan hanya apa yang tertulis dalam kitab Al-Umm saja. 

Orang-orang seperti ini kemungkinan besar gak pernah belajar kitab-kitab Fuqaha Syafi'iyyah secara berjenjang, jangan lagi untuk belajar historiografi mazhab Syafii secara utuh. Ia gak faham fase-fase dan periodesasi perkembangan mazhab sampai pada fase purifakasi (tanqih wa tarjih) dan fase istiqrar (kemantapan).

Pertanyaan seharusnya adalah kenapa kitab Al-Umm tidak dijadikan buku induk pengembangan kitab-kitab dalam Mazhab, padahal ia merupakan rujukan utama untuk memahami riwayat pendapat Jadid Imam Syafii? Kitab yang dijadikan induk yang darinya bermuara berbagai kitab dalam mazhab Syafii adalah Mukhtasar Muzani seperti skema pada gambar di bawah. Tentu saja ini adalah suatu hal yang layak dipelajari.

Dalam kitab Al-Mu'tamad 'inda Syafi'iyyah dijelaskan bahwa kitab Al-Umm yang dicetak sekarang merupakan bentuk susunan yang diprakarsai oleh Siraj Al-Bulqini (W 805 H). Beliau menyusun ulang kitab Al-Umm sesuai urutan kitab Fuqaha Syafi'iyyah yang mengikuti pola kitab Mukhtasar Muzani pada susunan ilmu fiqh dalam berbagai bab dan Masail. Hal ini (penyusunan ulang) disebabkan oleh karena Rabi' (Al-Muradi) dalam menulis kitab Al-Umm tidak menyusun kitab ini sesuai urutan bab fiqhiyyah, tetapi meriwayatkannya secara tidak berurutan.

Perlu dipahami bahwa semua mazhab fiqh yang empat yang bertahan sampai sekarang punya cara penyebaran tersendiri dan memiliki usul mazhab yang berbeda antara satu sama lain. Pendapat pendiri mazhab diriwayatkan oleh muridnya hingga generasi setelahnya untuk kemudian dijadikan dasar untuk mengkaji masalah baru oleh ashabil wujuh yang punya kompetensi untuk itu. Hal ini terus berlanjut hingga munculnya Ulama yang memberi perhatian besar dalam urusan seleksi pendapat (tarjih) hingga memudahkan penganut mazhab untuk mengamalkan mazhab yang diikutinya. Dalam mazhab Syafi’i, sosok Imam Nawawi dan Imam Rafi'i merupakan dua tokoh utama yang memberi perhatian besar dalam hal ini, meskipun persoalan tarjih sebenarnya telah diawali oleh Al-Furani dan Abu Ali As-Sinji. Karena kontribusi besar dalam fase tarjih inilah, Kitab Imam Nawawi dijadikan rujukan utama dalam kurikulum pembelajaran lembaga pendidikan Islam yang mengembangkan Dirasah Fiqh Syafi'iyyah.

Note : Penjelasan tentang ini awalnya saya dengar dari Guru kami Almukarram Aba Nisam (Tgk H Helmi Imran) di mobil dalam perjalanan takziyah ke Aceh Utara.  Ulasan beliau lebih lengkap dan lebih lugas dari yang saya tulis. Insyaallah semuanya akan dituangkan dalam disertasi beliau. Nafa'anallahu bi 'ulumihi.


Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil