Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proses Pembentukan dan Pembatalan Piagam Pemboikotan Rasulullah dan Pengikutnya

Proses Pembentukan dan Pembatalan Piagam Pemboikotan Rasulullah dan Pengikutnya

Berawal dari Hamzah masuk Islam disusul oleh umar, dan semakin banyak penduduk yang masuk Islam, hal ini membuat kaum kafir Quraisy semakin bingung untuk menghadapi Rasulullah. Apalagi Rasulullah SAW semakin sulit untuk dibunuh karena mereka (kafir Quraisy) sadar apabila darah Rasulullah ditumpahkan oleh mereka maka makkah akan dipenuhi darah manusia dan kafir Quraisy bisa binasa. 

Hal ini membuat awalnya ingin membunuh Rasulullah beralih ingin menzalimi Rasulullah dan pengikutnya. Mereka berkumpul di perkampungan Bani Kinanah dan membuat piagam yang berisi: larangan menikah, berjual beli, berteman, berkumpul, memasuki rumah, berbicara dengan mereka kecuali, jika secara sukarela mereka menyerahkan Rasulullah untuk dibunuh. Kesepakatan dan ketetapan ini mereka buat di selembar papan dan mereka gantungkan di tembok bagian dalam Ka'bah.

Genap tiga tahun berjalan piagam kezaliman ini, papan sudah terkoyak dan isinya mulai terhapus. Sebenarnya ada orang-orang Quraisy sendiri yang setuju dan tidak setuju dengan kesepakatan ini, hal ini membuat orang-orang yang tidak setuju berusaha ingin membatalkannya. Seperti yang dilakukan Hisyam bin Amr dari Bani Amir bin Lu'ay, dia menemui Zuhair bin Abu Umayyah Al-Makhzumi. 

Hisyam berkata kepadanya: Wahai Zuhair, engkau enak-enakan menikmati makanan dan minuman, sementara engkau juga tahu apa yang menimpa paman-pamanmu”. "Celaka engkau" kata Zuhair. "Apa yang bisa kuperbuat, sementara hanya sendirian? Demi Allah, andai saja aku didukung oleh orang lain, piagam itu tentu sudah kubatalkan". "Engkau sudah mendapatkan orang itu" kata Hisyam. "Siapa?" Tanya Zuhair. "Aku sendiri," jawab Hisyam. "Kalau begitu carikan orang ketiga agar bisa bergabung bersama kita".

Lalu Hisyam menemui Al-Muth'im bin Adi. Setelah bertemu dia menyebutkan kerabat-kerabatnya di Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib bin Abdi Manaf serta mengejeknya karena dia menyetujui tindakan orang-orang Quraisy yang sewenang-wenang. Hisyam berkata kepadanya: "Celaka engkau" kata Al-Muth'im. "Apa yang bisa kuperbuat, sementara aku hanya sendirian". "Engkau telah mendapatkan orang kedua", kata Hisyam. "Siapa?" Hisyam menjawab: "Aku sendiri". "Kalau begitu cari lagi orang ketiga!". "Aku sudah melakukannya". "Siapa?" tanya Al-Muth'im. "Zuhair bin Abu Umayyah," jawab Hisyam. "Cari lagi orang keempat agar bisa bergabung bersama kita!"

Kemudian Hisyam pergi menemui Abul Bakhtari bin Hisyam, dan berkata seperti yang dikatakan kepada Al-Muth'im. "Adakah orang lain yang mendukung rencana ini?" tanya Abul Bakhtari. "Ya, ada" jawab Hisyam. "Siapa?" Tanya Abul Bakhtari "Zuhair bin Abu Umayyah, Al-Muth'im bin Adi, aku sendiri dan engkau. "Cari lagi orang kelima!" kata Abul Bakhtari.

Selanjutnya dia menemui Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad, berbicara dengannya, menyebutkan kekerabatan dan hak-hak mereka. "Adakah seseorang yang mendukung rencanamu ini?", Hisyam menjawab secara tegas: "Ada", lalu dia menyebutkan orang-orang di atas. Setelah itu, mereka berkumpul di suatu tempat yang terpencil dan bersepakat untuk membatalkan piagam. "Aku yang memulai dan aku pula yang pertama berbicara," kata Zuhair.

Keesokan harinya mereka pergi ke tempat-tempat yang biasa digunakan untuk pertemuan. Dengan mengenakan jubah, Zuhair melakukan thawaf tujuh kali mengelilingi Ka'bah, lalu berdiri menghadap ke arah orang-orang seraya berkata, "Wahai semua penduduk Makkah, kita bisa menikmati makanan dan mengenakan pakaian, sementara Bani Hasyim binasa, tidak diperkenankan berjual beli. Demi Allah, aku tidak akan duduk kecuali setelah piagam yang zhalim dan kejam itu dirobek".

Abu Jahal yang berada di bagian pojok masjid berkata, "Engkau pendusta, Demi Allah, piagam itu tidak boleh dirobek". "Engkau jauh lebih pendusta" sahut Zam'ah bin Al-Aswad. "Sebenarnya dulu pun kami tidak rela saat piagam itu ditulis". "Benar apa yang dikatakan Zam'ah" kata Abul Bakhtari, "Dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami juga tidak ikut menetapkannya". Kemudian Al-Muth'im bin Adi menimpali lagi, Kalian berdua benar dan siapa yang berkata selain itu dusta. Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang terulis di dalamnya. "Pasti hal ini sudah diputuskan tadi malam dan kalian berembug di tempat terpencil," kata Abu Jahal.

Saat itu Abu Thalib hanya duduk di pojok masjid. Dia merasa perlu menemui mereka, karena Allah telah mengisyaratkan kepada Rasul-Nya masalah piagam ini, dan juga sudah mengutus rayap untuk memakan papan piagam tersebut. Beliau memberitahu pamannya mengenai hal ini. Lalu Abu Thalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengabarkan kepada mereka bahwa anak saudaranya telah berkata begini dan begitu. "Jika dia bohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Namun jika benar, maka kalian harus berhenti memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami" kata Abu Thalib. "Engkau adil" kata mereka.

Apa yang disampaikan Abu Thalib itu didengar oleh masyarakat saat itu dan juga Abu Jahal. Lalu Al-Muth'im bangkit menghampiri piagam dan siap merobeknya. Dia melihat rayap-rayap telah memakan isinya, kecuali penggalan tulisan "Bismika Allahuma" (dengan asma-Mu ya Allah), dan setiap bagian yang ada kata "Allah", juga tidak termakan rayap. Akhirnya papan piagam itu benar-benar dirobek dan dibatalkan, Rasulullah dan para pengikutnya keluar dari perkampungan. Orang-orang musyrik telah melihat satu tanda yang besar dari tanda-tanda nubuwwah seperti yang diberitahukan Allah SWT.

 

Penulis : Teuku Manyak Wahid Akbar