Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

JANGAN MENYEPELEKAN FIQIH WANITA

 



 

Memang benar yang menjadi kelemahan ustadz-ustadz di pesantren adalah fiqh wanita (masalah haid,istihadhah,shalatnya wanita dll). Apalagi di zaman era millenial ini yang maraknya komunitas Hijrah yang digandrungi oleh pemuda pemudi islam. Tentu mereka sangat membutuhkan "asupan" ini. 

So...jangan malu bertanya dan jangan malas mempelajarinya, hal ini juga termasuk salah satu untuk menilai baik atau tidaknya seorang wanita . Konon ketika Syaikh Zainuddin Al-Malibari ditanya: "mengapa bab haid dalam kitab Fathul Mu'in karangan anda singkat sekali?"

Beliau menjawab: “الرجال ما يحيض والمرأة ما تسأل”(Laki-laki tidak mengalami haid dan wanita tidak mau bertanya)

Kita telah memasuki masa industry 4.0 dimana manusia dituntut untuk ‘bersahabat’ dengan teknologi untuk keperluan berbisnis untuk peningkatan sektor perekonomian dan kegunaan yang lain. Maka oleh karena itu, tidak luput manusia sekarang untuk memegang gadget nya masing-masing
            Dewasa ini, pembelajaran ilmu agama semakin menipis dikalangan muda-mudi. Mereka enggan untuk masuk pondok pesantren guna belajar agama. Mereka tidak mau mau berpisah dengan handphone kesayangan masing-masing. Mereka lebih  memilih untuk belajar lewat media sosial. Parahnya, mereka bisa-bisa salah memilih pemateri ilmu agama lewat medsos karena tidak tau membedakan yang benar. Ujungnya, malah tertarik akidah tetangga sebelah. Baca Juga : Semua akan indah pada waktunya
Patut diketahui, belajar ilmu agama tidak hanya sebatas mendengar ceramah-ceramah dai kondang. Kita perlu yang namanya muthalaah kitab turats (kitab-kitab klasik/kitab kuning)  karya ulama yang kredibilitas keilmuannya tidak dapat diragukan lagi. Silsilah keilmuan mereka bersambung hingga Rasulullah SAW. Sehingga referensi yang mereka paparkan tidak diragukan.
Maka oleh karenanya, kita yang sudah menjadi santri jangan tanggung-tanggung dalam belajar ilmu fiqih terutama fiqih wanita. Ini juga merupakan salah satu jalan dakwah bagi kita kepada masyarakat saat kita sudah terjun ke lapangan. Maka, jangan jadikan rasa malu menjadi alasan untuk tidak belajar. 

Tarian pena : Syababulyum (5A)