Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TENTANG CINTA YANG TAK BERDUSTA

        

  Barangkali kita perlu duduk sejenak, memejamkan mata, mengubah sem
ua sudut pandang yang keliru; tentang apa itu cinta dan kenikmatan saat merasakannya. Barangkali kita perlu meyakini bahwa “ tidak ada cinta yang sejati dan abadi selain cinta dari dan untuknya”

            Cinta bukanlah sebuah tujuan melainkan sebuah jalan. Cinta yang tidak pernah meracik dusta di dalam adalah cinta yang tumbuh subur di dalam jiwa, cinta yang hanya bersumber dari dan hanya untuk tuhan semata. Sedangkan cinta yang tumbuh subur karena panca indera adalah cinta yang teracik dusta, sebab ada urusan; karena tapi, dan keinginan hasrat di dalamnya. 

           Bolehkah kita mengulas kembali ungkapan seorang tokoh sufi yang sampai detik ini menjadi ikon cinta, sosok perempuan sufi yang pemikiran dan perilakunya menjadi inspirasi para sufi, filosof dan penyair dalam berkarya, terutama yang bersentuh dengan cinta. Adalah Rabi’ah Al- adawiyah “si ikon cinta” dalam belantara sufi. Cinta bagi rabiah sendiri adalah sebuah rasa yang menakjubkan. Hal tersebut terwujud  dalam ungkapannya “hanya Allah yang dicinta, lainnya adalah dusta!”

         Ucapan itu bukan hanya di lisan Rabiah Al-adawiyah semata. Itu mengendap di dalam hatinya. Ia benar-benar  mengalir dalam aliran darah, menjadi energi penyerap jiwa dan raga kepada ilahi. Bahkan surga dan neraka pun Rabiah abaikan demi menjaga cintanya kepada Allah.

         Rabi’ah juga memberikan jalan yang cukup halus supaya manusia benar-benar tulus dan fokus beribadah hanya kepada Allah semata, yakni dengan cinta, maka bukan hanya membuat pelakunya bisa fokus kepada Allah saja, melainkan juga bisa membuat seseorang benar-benar bisa ikhlas, ringan dan tanpa beban dalam menjalankannya.

         Tidak ada yang berat dan susah ketika cinta berbicara, termasuk dalam beribadah, beribadah atas nama cinta kepada Allah, maka acuannya keran seseorang merasa senang dengan Allah. Rasa senang inilah yang membuat seseorang  bisa total dan sepenuh hati dalam beribadah.


baca juga : untuk wanita generasi Y dan Z

         Andaikan tuhan tidak memberikan surga dan justru memasukkan ke neraka, maka seorang hamba yang benar-benar cinta kepada Allah tetap akan beribadah kepadanya dengan sepenuh hati, karena dengan cinta itu yang menjadi fokus bagi dirinya adalah melayani tuhan, bukan mendapatkan surga atau pahala, karena cintanya itu, yang menjadi perhatian utama bagi seorang hamba dalam melakukan ibadah bukan karena takut pada neraka atau siksa, melainkan semata-mata meluapkan rasa cintanya kepada zat yang maha cinta. Bukankah beribadah yang diniati untuk selain tuhan justru mengarah pada “kemusyrikan” baru?

          Ketika seseorang beribadah karena didorong untuk mendapatkan surga dan dijauhkan dari api neraka, bukankah pola beribadah seperti ini tidak lagi diproduksi untuk Allah semata, melainkan justru berbalik  untuk diproyeksi pada surga dan neraka? Karenanya beribadah yang masih dikendalikan selain Allah, dalam kacamata Rabi’ah adalah pola ibadah yang tertolak,

     Rabi’ah sendiri menyembah Allah bukan karena untuk menggugurkan kewajiban agama sebagaimana yang banyak dilakukan oleh orang secara umum,tapi tak lain adalah karena cinta kepada-Nya.hal ini sebagaimana dalam ungkapan puisinya yang sangat terkenal “ilahi,jika sujudku karena takut pada nerakamu,maka bakarlah aku dengan apinya.dan jika sujudku pada-mu karena mengharap surga,maka tutuplah ia bagiku.namun jika sujudku karena diri-mu semata maka jangan engkau palingkan aku dari-mu”

     Begitulah cinta,ia adalah sayap yang sanggup menerbangkan manusia membawa beban berat ke angkasa raya.dan dari kedalaman lautan,cinta juga mampu mengangkat beban itu ke tinggian.cinta universal seperti inilah yang akan mengarahkan manusia pada satu titik dan tujuan dari keseluruhan pencarian dan perjalanan panjangnya,yakni Allah SWT




     Garis pena: muhammad aqil iskandar