Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rapuh



  Matanya yang secerah bulan purnama mampu memikat semua orang yang melihatnya. Dia hanyalah gadis desa dengan   segala kelebihannya, mampu menarik semua hati, juga kesalehannya yang membuat kagum semua orang, tapi sayang gak ada yang tau rupa aslinya, dalam bayangan kita dia pasti cantik jelita. Walaupun begitu dia bukanlah gadis yang necis, yang tidak bisa apa-apa, gadis manja, gak bisa mainkan tanah, dia bisa segalanya, hanya saja sedikit pemalas. Pribadinya yang kalem dianggap sombong oleh sebagian orang, namun itu semua tak membuat sedikitpun ia goyah, hanya karena satu kain yang melekat pada wajahnya tak jarang juga banyak orang yang mencemoohnya, menggunjingnya secara jelas-jelas, namun itu semua juga tak membuat ia goyah. Nama yang sangat indah melekat pada dirinya, yang sering di panggil Haura.

   Di balik itu semua ada yang diam-diam mengangguminya, walaupun tak dapat memilikinya. Namun perasaan itu dia simpan sampai pada waktu yang tepat. Haura menduduki bangku sekolah pertengahan terakhirnya. Di mana pilihan selanjutnya membuat ia bimbang, dia mempunyai cita-cita yang tinggi karena kepintarannya dia diterima di perkuliahan luar negeri Amsterdam. Karena menimbang kesehatan ayahnya, dia hanyalah anak tunggal, mengurungkan niatnya. Haura pasrah, pilihan ia sekarang berpijak pada pesantren, dunia yang tak pernah ia impikan, Haura tetap menguatkan tekad dan hatinya dipesantren tersebut walaupun suasana baru baginya, hari-hari dia lewati dengan semestinya, dengan segala aturan dan titihan semakin terbiasa baginya, tak lupa juga pada teman-teman yang senantiasa baginya

    Di sini ia mengerti makna sosial yang begitu kental tentang saling menghargai, adab dan kesopanan serta hakikat sebenarnya pada wanita. Tak terasa sudah 2 tahun Haura di pesantren, walaupun begitu pemikiran tentang masa depan baginya juga masih bimbang, padahal hampir 3 tahun ia disini, yang pastilah ia tahu bahwa masa depan sesungguhnya adalah akhirat. Karena Haura anak tunggal ia ingin punya usaha sendiri yang mampu menghasilkan penghasilan baginya, bertambah lagi dengan kesehatan ayahnya membuat frustasi, bagaimana bisa ia mengobati ayahnya dan juga pendidikannya. Suatu hari ia bertemu dengan kawan lamanya yaitu Alana. Haura pu mengadukan masalah hidup pada temannya, “Alana..bagaimana aku bisa membantu ayahku,bagaimana dengan pendidikanku,aku hanya tinggal berdua dengannya, aku tidak mau kehilangannya,hanya ia yang membuat hidupku berarti”.

   Alana mencoba membantunya dengan menawarkan pekerjaan untuk Haura. “raa..kalau kamu mau? Aku ada pekerjaan untukmu, cocok denganmu menurutku, tapi kamu harus merelakan kain yang ada di wajahmu,bagaimana?” Haura mencoba berfikir, “pekerjaan apa itu Alan?” Alana menjawab “sebagai model” apakah mau?. Haura nampak frustasi dengan hidupnya, sungguh ia tak merelakan penutup wajahnya, namun karena menimbang pelik hidupnya, dia pun memilih “iya” walau hatinya masih bimbang. Semoga Allah menolongnya. Keesokan ia meminta izin pada teman pesantrennya tanpa menceritakan apapun karena ia tak mau membebani mereka. Dengan isakan tangis dia meminta maaf dengan sebesarnya

    Sorenya, Haura berjumpa dengan Alana, mereka pergi ke tempat perfotoan model, dengan pakaian yang sudah di desain khusus untuk Haura, dalam hatinya tak lupa ia selalu beristighfar, hatinya sakit. Menjerit, tapi tiada daya baginya kecuali hanya memohon pada ilahi. Tibalah waktu untuk pemotretan, hatinya tak begitu kuat, setelah 2 jam berlalu, Haura tak langsung pulang, melainkan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan hatinya, disitu dia menangis sejadi-jadinya, tak ada yang tahu bagaimana perasaannya. Haura mengadu, ya Allah hambamu tahu engkau merencankan skenario yang indah untuk hamba sekalipun episodenya menyiksakan batin, hamba tau pelangi akan segera muncul. Haura selalu berpikir positif dan bersikap husnuzhan terhadap Allah, tanpa ia sadari rupanya sedari tadi ada yang memerhatikannya tanpa ekspresi apapun.

    Pribadi yang sangat dingin, tapi entah kenapa saat dia melihat Haura tadi seperti ada sebuah perasaan yang muncul, namun segera ia tepis, dan pergi begitu saja. Haura pulang dengan hati gundah dan murung. Keesokan harinya pemotretan kembali dilanjutkan, seperti biasa Haura pergi ke tempat kerjanya dengan perasaan tidak enak, di perjalanan ia melihat nenek yang sedang ingin menyebrang, dengan segenap hati ia membantu nenek tersebut, menurutnya dengan membantu sesame dapat membuat rasa kebahagian tersendiri. Tanpa ia sadari ada orang diam-diam memperhatikannya, dia juga orang yang sama yang dulu memperhatikannya , namanya Radit, alumni pesantren yang sama dengan Haura dulu, sekarang dia pemegang perusahaan ternama meneruskan pekerjaan ayahnya. Entah kenapa tergerak hati Radit untuk mengikuti Haura, dia heran kenapa kalau di luar ia tertutup, namun sampai di situ ia lalu membuka penutup wajahnya. Radit semakin penasaran dengan kehidupan Haura, tak tinggal diam sampai disitu lalu Radit mulai mencari tahu bagaimana latar belakang kehidupan Haura. Diam-diam dia perhatian terhadap gadis tersebut, sebenarnya dia gadis yang baik tapi keadaan yang memaksanya menjadi seperti itu, mengikuti alur hidup untuk satu tujuan, ayahnya. Radit ingin berjumpa dengan Haura dan berkenalan dengannya, niatnya ingin membantu meringankan beban Haura karena dia yakin ia merupakan gadis yang baik, tapi bagaimana?

    Sehabis pemotretan, Haura keluar dari tempat kerjanya, tanpa sengaja ia menabrak seseorang karena terburu-buru, orang itu pun terkejut karena yang menabrak ialah Haura, tapi bukan Haura yang menabrak yang menabraknya membuat terkejut  tapi karena penampilan yang tidak cocok dengannya berbanding balik dengan penampilan yang ia lihat sebelumnya. Radit tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia langsung meminta tanggung jawab sebagai alasan, padahal niat aslinya hanya untuk masuk dalam kehidupan Haura.

    “besok kamu harus bertemu dengan saya di cafe yang bersampingan dengan tempat kerja kamu” kata Radit, berhubung café tersebut tempat favoritnya Radit, Haura gelagapan lalu reflek menjawab “iya” dan Radit berlalu begitu saja. Haura tanpa sadar kenapa iya membuat janji dengan orang tak ia kenal, dasar bego. Haura bukan orang yang tidak menepati janji, sebelum masuk kerja ia pergi ke café yang telah dijanjikan. Haura melihat sekeliling café lalu menemukan sosok pria di sudut yang sedang fokus dengan laptopnya, Haura mengamati, apakah dia laki-laki kemarin atau bukan lalu mencoba mendekatinya. Radit pun melihat Haura dengan tatapan muka dingin seperti biasa tanpa ekspresi dalam hatinya ternyata gadis ini memang mau menepati janjinya, ada rasa senang tersendiri di hati Radit karena sekarang penampilan Haura tertutup tidak seperti waktu ia bekerja namun Radit tidak mempermasalahkan karena dia sudah tau latar belakang kehidupan Haura, tanpa basa-basi Haura mencoba bertanya “apa yang bisa saya lakukan sebagai tanggung jawab perbuatan saya kemarin, mas?” Radit mengamati “kamu tidak perlu melakukan apa-apa” dengan nada dingin kata-kata itu keluar dari mulut Radit  “lalu untuk apa anda menyuruh saya ke sini” Haura semakin kesal di buatnya. Radit masih dengan muka datarnya, “saya hanya ingin meminta satu hal pada kamu, saya harap kamu tidak menolak permintaan saya, “apa itu mas?” Tanya Haura



BAca juga : Santri menulis maka santri ada

    “saya ingin masuk dalam kehidupan kamu Haura dan membantu kehidupan kamu,bagaimana?” Haura terdiam, bagaimana bisa laki-laki tersebut mengatakan seperti itu, dia tidak mengenalnya sama sekali, bagaimana dia bisa tau tentang kehidupan Haura? Ia ragu, dia tidak tau mau menjawab apa lalu pergi begitu saja meninggalkan Radit. Keesokannya, setelah berpikir panjang Haura mendatangi lagi café tersebut, berharap ada sosok itu lagi, siapa lagi kalau bukan Radit, setelah melihat sekeliling ia pun menemukan Radit di pojokan café tempat favoritnya. Haura agak deg-degan mendekati Radit, tanpa ia sadari ternyata Radit sudah berada di belakangnya tanpa permisi Haura ingin menjawab pertanyaan Radit kemarin “iya” Radit tercengang, lalu tersenyum, namun sangat tipis sehingga Haura tidak menyadarinya “terima kasih Haura atas jawaban kamu, dan kamu tidak perlu bekerja lagi sebagai model, saya tau bagaimana kamu” kata Radit, Haura terkejut, secepat itu, seserius itu mungkin ini jawaban dari doa-doanya dulu, mungkin ini yang terbaik. Allah kirimkan seseorang untuk membantunya. Haura bersyukur dalam hati walaupun tidak mengenal Radit sedikitpun, namun ia yakin nanti semua akan berjalan terbiasa nantinya. Tatkala hati memberontak dalam memilih dan jiwa pun ikut gelisah dalam memilih maka rabbul illahillah yang menjadi akhir untuk berpatih.


@RISKIAMOLA/ 3E