Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Rabiul Awwal ?

Mengapa Rabiul Awwal ?


majalahumdah.com Malam ini kita sudah masuk pada bulan Rabiul Awwal. Bulan di lahirkan Nabi Muhammad ke atas dunia. Nabi Muhammmad SAW merupakan Nabi yang terakhir dan yang paling mulia di antara para nabi dan rasul lainnya. Setiap detik kehidupan beliau, beliau gunakan untuk beribadah dan menjalankan segala perintah Allah. Bahkan ketaatan Nabi Muhammad mengalahkan taatnya para malaikat. Di umurnya yang ke 40 tahun, Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul dan langsung mendapatkan pujian dari Allah SWT yang telah menciptakannya, Allah berfirman: 


وَاِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ 

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4). 


Sederet keagungan dan kemuliaan yang dimiliki Nabi Muhammad di sisi Allah SWT, namun kenapa Nabi Muhammad yang sangat mulia itu tidak dilahirkan bertepatan pula dengan bulan yang mulia, seperti bulan Ramadhan. Atau kenapa Nabi Muhammad tidak di lahirkan di hari Jum’at misalnya yang merupakan hari yang mulia? Kenapa Allah melahirkan Nabi Muhammad saw di bulan Rabiul Awal? Padahal bulan ini tidak masuk kategori empat bulan yang dimuliakan, yakni Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab?


Sayyid Muhammad ibn Alawi Al Maliki, dalam kitabnya Al-Dzakhâir Al-Muhammadiyyah (Daru Jawami'il Kalim, Kairo, hal. 42), menyebutkan: 


وإنما كان مولده في شهر ربيع على الصحيح ولم يكن في المحرم، ولا في رجب، ولا في رمضان، ولا غيرها من الأشهر ذوات الشرف، لأنه عليه الصلاة والسلام لا يتشرف بالزمان، وإنما يتشرف الزمان به، وكذلك المكان، فلو ولد في شهر من الشهور المذكورة، لتُوُهِّمَ أنه تشرف به، فجعل الله تعالى مولده عليه السلام في غيرها ليظهر عنايته به وكرامته عليه 


“Sesungguhnya kelahiran Nabi Muhammad berada di bulan Rabi' (awal) menurut pendapat yang shahih. Bukan di bulan Muharram, Rajab, Ramadhan dan lain sebagainya dari bulan-bulan yang mulia. Karena Nabi Muhammad tidak mulia karena sebab masa atau waktu. Namun waktu-lah yang menjadi mulia sebab Nabi Muhammad lahir. Begitu pula tentang (kemuliaan) tempat. Jika Nabi dilahirkan di bulan-bulan (mulia) tersebut, bisa jadi akan menimbulkan persepsi, Nabi mulia gara-gara lahir di bulan mulia. Maka, Allah menciptakan kelahiran Baginda Nabi di bulan lain yang justru memberi pertolongan dan kemuliaan di bulan lain itu sendiri.” 


Pernyataan Sayyid Muhammad ini juga mirip dengan perkataan Syaikh Az Zarqani dalam al-Mawahib al-Laduniyyah bil Minah al-Muhammadiyyah juz 1, halaman 142, juga Ibnu Hajar al-Haitami pada kitab Asyraful Wasail ila Fahmil Masail halaman 38. 


Hari dan bulan kelahiran Nabi Muhammad yang mulia ini memang benar-benar murni bahwa kemuliaannya sebab Baginda Nabi Muhammad sendiri, bukan faktor lain. Bukan Nabi mulia karena lahir di bulan Dzulhijjah, misalnya. Tapi mulia karena pribadi itu sendiri sedang lahir, hadir di muka bumi. Adapun masalah tempat, Nabi juga tidak dilahirkan di dalam tempat mulia, Ka'bah. Makkah yang dulu dipenuhi masyarakat jahiliyah di kemudian hari justru mulia karena menjadi tempat kelahiran Rasulullah. Sedangkan Madinah, sebagai tempat hijrah dan jasad Nabi diistirahatkan, menurut banyak ulama, Madinah dianggap lebih utama dan mulia daripada Makkah. Kesimpulan ini muncul lantaran sudut pandang akan keberadaan jasad Rasulullah, yang tak ada di Makkah. Atas kehadiran Rasulullah Muhammad di Madinah, kemudian lahir satu tempat taman surga. 


Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi: 

مَا بَيْنَ بَيْتِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ 

“Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga." (HR. Bukhari nomor 1196 dan Muslim nomor 1391). 


Tidak mengherankan, ketika al-Qa'qa' al-Ausi diminta keterangan oleh salah seorang, "Coba, anda jelaskan, apa saja di surga yang bisa kita rindu untuk memasukinya!" pinta orang tersebut; ia menjawab, "Di sana ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam."