Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Ajaib Momen Memperingati Maulid Nabi Saw

Kisah Ajaib Saat Memperingati Maulid


majalahumdah.com Dua kisah di bawah ini adalah kisah nyata yang sumbernya dari Habib Jailani Al-Sayathiry pada tanggal 26 Rabi` Al-Awwal 1437 H atau 7 Januari 2016 M, di Rubat Tarim pada pukul 06.35 waktu setempat.

Pertama, Habib Al-Jailani mengatakan bahwa cerita ini berasal dari Sayyid Muhammad Al-Maliki, dan Sayyid Muhammad dari ayahnya, Sayyid Alawi Al-Maliki. Kisah itu terjadi saat Sayyid Alawi saat menghadiri perayaan Maulid Nabi di Palestina. Dia terkejut melihat orang-orang yang terus berdiri sejak awal pembacaan Maulid Nabawi.

Seperti Sayyid Alawi memanggilnya: “Tuan, apa yang Anda lakukan, mengapa Anda berdiri sejak dari awal maulid ?”

Kemudian beliau menjawab bahwa beliau pernah berjanji ketika menghadiri Maulid Nabi tidak berdiri sampai acara berakhir, termasuk pada saat Mahal qiyam, momen saat para jamaah berdiri bersama sebagai tanda penghormatan kepada Nabi. "Karena menurut saya itu bid'ah," Kisahnya.

Tiba-tiba orang itu berkata kepada Sayyid Alawi, sesaat dalam majelis maulid dia melihat kehadiran Rasulullah Saw melewatinya dan sambil: Kamu tidak perlu bangun untuk berdiri, kamu cukup duduk di tempatmu.

“Saya juga ingin berdiri, tetapi saya merasa tidak bisa lagi. Sejak itu saya sering sakit dan bahkan memiliki masalah dengan organ tubuh saya. Jadi saya bersumpah, Jika Allah menyembuhkan penyakit saya dan saya berjanji di setiap perayaan maulid, saya akan berdiri dari awal sampai akhir. Alhamdulillah dengan nazar itu saya sembuh.”

Sayyid Alawi pun membiarkan lelaki tersebut menunaikan nadzarnya.


Kedua, kisah Maulid Nabi yang terjadi di Libanon. Masyarakat di sana biasanya merayakan Maulid al-Nabawi dengan cara menembak ke atas untuk menunjukkan rasa gembira. Tradisi ini telah dilakukan secara turun temurun. Hampir mirip dengan tradisi pernikahan Jazirah Arab pada umumnya. Suatu ketika putri seorang ber agama Kristen datang untuk menyaksikan perayaan itu. Nasib malang menimpanya, ketika seseorang menembakkan senjatanya. Peluru yang ditembakkan ke arah sang putri dan menembus kepalanya.

Tubuhnya berlumuran darah dan jatuh ke tanah. “Putriku… putriku… putriku…,” ibunya yang menyaksikan kecelakaan itu berteriak histeris.

Putrinya segera dipindahkan ke Rumah Sakit Ghassan Hammoud. Sayangnya, pihak rumah sakit tidak bisa berbuat apa-apa karena pendarahan di otaknya begitu parah. Pihak RS memberi saran untuk segera merujuk mereka ke rumah sakit di Amerika yang lebih efisien dalam teknologi tinggi. Namun ternyata kondisi gadis itu semakin memburuk dan dia berada di ambang kematian. Mereka juga tidak bisa berbuat banyak.

Sementara ibunya panik penuh dengan kekecewaan dan kemarahan, dia menangis dan berkata:


يا محمد أين أنت يا محمد، وأنت تدعى النبوة؟ انظر ماذا فعل أمتك إلى بنتي في يوم احتفال مولدك؟


"Di mana kamu, Muhammad, yang mengaku sebagai nabi? Lihat apa yang dilakukan umatmu pada anakku di hari perayaan kelahiranmu?"

Teriakan ini tentu ditujukan untuk menghardik Nabi Muhammad.

Lalu dokter mengkonfirmasi akan kematian putrinya, dan kepala dokter mengundang ibu untuk melihat putrinya untuk terakhir kalinya. Ibu Kristen memasuki ruangan dengan tubuhnya yang lemah.

Sebuah keajaiban terjadi, ketika sang ibu masuk ke kamar, dia melihat putrinya duduk di tepi tempat tidur dengan baik sambil berteriak, "Bu... Bu... Bu... Tutup pintu dan jendela, Bu! Jangan biarkan dia keluar!”

Antara percaya dan tidak percaya. Kemudian ibu yang bingung bertanya: "Siapa, putriku?"

Sang ibu mendekati anaknya untuk memastikan bahwa kondisi anaknya baik-baik saja.

Ini adalah hal yang tidak masuk akal. Selain sehat dan bugar, noda darah dan luka tembak pada putri nasrani juga hilang.

"Putriku, apa yang terjadi?"

Putrinya menjawab dengan senyum bahagia: "Ibuku.. ibuku.. datang mengelus kepalaku sambil tersenyum."

"Siapa itu, Nak?"

Anak itu menjawab: "Muhammad, Muhammad, ibu."

“Aku bersaksi, duhai ibuku, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Ternyata, tangisan ibu itu diterima oleh Nabi besar Muhammad, dan memberinya kedamaian. Itu datang dengan lembut dan menerangi kegelapan. Kalimat tauhid juga kemudian diikuti oleh para dokter yang menyaksikan peristiwa tersebut dan masyarakat desa tempat tinggal mereka.


Redaksi