Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memendam Cinta dalam Diam: Belajar dari Fatimah RA dan Ali RA

Memendam Cinta dalam Diam. Belajar dari Fatimah RA dan Ali RA


majalahumdah.com | Bagaimana memahami cinta, perasaan yang membuat angan kerap melayang, pikiran menerawang kesetiap sudut harapan, terkadang terasa sedih dan perih, terkadang gembira bahagia karena terlintas bayang-bayang sidia, gundah gulana, galau, gelisah, gamang seakan menjadi sahabat sejati, betapa berat melalui hari-hari seandainya jauh dari sang pujaan hati, ingin setiap saat bersamanya, saat jauh hadirlah rindu, lalu rindu memaksa jiwa untuk temu, dan jika ada luang bersama seakan dunia hanya milik mereka berdua.  

Lantas bagaimana menanggapi perasaan itu, terlebih cinta itu belum absah sesuai syariah, belum lagi sang pencinta itu dari kalangan muslimah, lantaran ada kalanya perasaan itu tepat  diwaktu yang salah, belum siap jiwa memapah belum mapan hati untuk menanggapi, dan ini terlepas dari faktor apapun, masih dalam masa menuntut ilmukah, atau belum hadir sosok yang dinanti, ataupun barangkali belum siap menanggung beban menjalani sebuah kisah baru yang bertema suami istri, maka tindakan yang tepat disaat itu adalah diam.

Mungkin sedikitnya kita bisa belajar dari para pecinta terdahulu, masih ingatkah kita kisah Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali, keduanya saling memendam rasa cinta didalam diam, jangankan manusia malaikatpun saja tidak tahu perasaannya. Lantas Allah mempertemukan dan mempersatukan mereka dalam ikatan suci nan indah atas kehendak-Nya.

Sebenarnya, dalam diam itulah tersimpan kekuatan, yang kelak akan tumbuh sebuah harapan, mungkin saja Tuhan akan membuat harapan itu menjadi kenyataan hingga cinta dalam diam itu kan bersuara dan berbicara dalam kehidupan nyata. Bukankah Tuhan tidak akan pernah memutuskan harapan hambaNya yang terus meminta, 

Namun kendatipun tidak diijabah bukan berarti Tuhan lengah atau tidak peduli, hanya saja Tuhan rindu ingin mendengar keluh kesah hamba-hamba yang mulai lalai dengan cinta anak manusia dan melupakan cinta dari sang pencipta rasa cinta itu sendiri, sehingga pada akhirnya mereka yang sadar teguran Nya, pasti Ia akan menggantikan setiap luka derita dengan keindahan yang tak pernah disangka-sangka, karena nikmat yang paling bermakna, tatkala engkau mendapatkan sesuatu bukan yang seperti engkau harapkan namun disana engkau memperoleh ketenangan, lantas apalagi yang lebih indah daripada ketenangan, untuk apa setiap keinginan diaminkan namun rasa resah, beban pikiran terus membuntuti disetiap langkah kehidupan.

Lalu tetaplah diam, biarkan takdir Tuhan berjalan seperti adanya, atau  mengambil langkah sabar lebih tepatnya, Sayyidina Ali ra. Pernah berkata:

 إِنْ صَبَرْتَ جَرَتْ عَليْكَ المَقادِيرُ وأَنتَ مَأجُورٌ، وَإِنْ جَزَعْتَ جَرَتْ عَليكَ المَقادِيرُ وأَنْتَ مَأزُورٌ

“jika engkau bersabar, takdir tetap berlanjut namun engkau dalam keadaan berpahala, dan jika engkau memberontak, takdir tak akan berubah sedangkan engkau dalam keadaan berdosa”

Tenanglah, seseorang pasti akan menemukanmu, disudut bumi manapun engkau akan berlari dan bersembunyi, berilah ruang yang lapang dihati untuk menanti diri dalam menerima takdir terbaik dari ilahi, disetiap keputusan Tuhan untukmu tersimpan hikmah yang luar biasa, seandainya engkau tahu hikmah itu, maka tentu engkau akan menggebu gebu ingin segera merasakannya, walau terkadang hal itu nampaknya pahit namun ternyata hal itu menyehatkan badan. Terlepas dari bagaimanapun fisikmu ataupun psikismu yang agak lugu, tetap ada yang akan mencintaimu, akan ada seseorang yang melihat kelebihanmu bahkan engkau sendiri tidak menyadari kelebihan itu ada padamu Imam Al-Ghazali pernah berkata

من يحبك يرى فيك جمالا لم تراه أنت في نفسك

“Orang yang mencintaimu melihat keindahan pada dirimu yang kau sendiri tidak pernah melihatnya.”

Tetaplah diam dan berhenti mengumbar, kesahkan setiap beban kepada sang pencipta dan pemberi harapan, mengatur dunia saja Tuhan sanggup, pantaskah engkau ragu Tuhan akan keliru dalam mengatur urusan kekasih-Nya yang sedang mengkeluhkan kasih?


Oleh:Tgk Nismul fadhilla