Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyoal Karir Da’i Dari Kalangan Artis Hijrah

Menyoal Karir Da’i Dari Kalangan Artis Hijrah


Mengingat maraknya tren hijrah, terutama di kalangan pemuda dan seniman, harus dikatakan bahwa hijrah ini adalah hal yang sangat baik. Mereka yang menyinyir dengan tren ini adalah sekelompok kecil orang liberal yang memang memiliki paham menyimpang dari ajaran dan pandangan Islam. Hal demikian karena model hijrah yang mereka lakukan adalah berhijrah yang sebelumnya meninggalkan syariah atau melakukan apa yang dilarang oleh syariah menuju pada pengamalan syariat dan meninggalkan apa yang dilarang oleh syariah. 

Semisal pada pemuda yang sebelumnya jarang shalat kemudian setelah berhijrah menjadi rajin shalat dan sebelumnya berteman dengan rekan-rekan yang tidak baik, kini berkumpulnya dengan orang-orang baik, suka menyimak pengajian, dan gemar melakukan kebaikan-kebaikan. Bahkan mereka yang sebelumnya bertato sampai rela menghapus tatonya meskipun itu tidak mudah dan menyakitkan. 

Begitupun halnya dengan mereka yang berhijrah dari kalangan perempuan. Sebelum berhijrah mereka berpakaian serba minim namun setelah berhijrah mereka berpakaian sangat tertutup dan tidak ketat. Mereka sebelumnya bergaul dengan teman laki-laki, namun setelah berhijrah mereka bergaul dengan sesame perempuan 

Semua bentuk hijrah seperti itu tentu sudah sesuai dengan definisi hijrah yang telah diterangkan oleh Rasulullah SAW dimana beliau bersabda yang artinya orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Tentu sebagai orang yang memiliki komitmen untuk menerapkan ajaran ajaran Islam dengan sempurna barangkali mereka masih jauh dari level kesempurnaan. Oleh karena itu, kita perlu mendorong mereka dan menunjukkan kepada mereka cara untuk menerapkan ajaran agama dengan lebih baik.  

Beberapa dari mereka yang berhijrah ada yang melanjutkan karirnya sebagai penda’i. Biasanya orang yang begitu adalah sebagian artis atau muallaf yang sebelum Islam ia sudah menjadi tokoh atau banyak pengikutnya. 

Mengetahui fenomena terakhir ini, kita tidak dapat membuat penilaian langsung atau penilaian rata-rata. Lagi pula, penilaian semacam itu tidak akurat dan tidak dapat memberikan jawaban atau solusi untuk masalah. Maka kita memilih artis atau tokoh hijrah yang selanjutnya menempuh karir dai sebagai berikut. 

Pertama, tokoh hijrah yang hanya memposisikan diri sebagai sekedar motivator saja sehingga apa yang ia dakwahkan sebenarnya hal-hal yang sudah maklum bagi setiap orang bahwa itu adalah ajaran agama. Namun ketika tokoh atau artis hijrah itu yang mendakwahkan ajaran itu tentu akan lebih mudah diterima oleh para fans dan pengikutnya. 

Misalnya artis yang mendakwahkan menutup aurat dan berbusana tidal ketat memotivasi agar senantiasa salat berjamaah, rajin bersedekah, bersikap baik kepada siapa saja dan hal hal semacamnya. Tentu orang yang awam sekalipun sudah tahu kalau itu adalah ajaran agama yang semestinya dilakukan namun ketika artis itu yang menawarkan pastinya akan memberikan kesan yang berbeda terhadap orang dan tidak diragukan lagi mereka akan segera tergerak untuk melakukan ajaran agama itu 

Tentu pada model dan segmen dakwah yang seperti ini artis hijrah atau siapapun boleh bahkan bagus untuk mengambil peran di situ karena ini termasuk perintah umum agama agar umat Islam senantiasa saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran. Jadi tidak ada alasan untuk mengkritik sosok hijrah yang berdakwah seperti ini, tidak ada alasan untuk menyindir. 

Kedua, tokoh yang melanjutkan karir sebagai da’i namun berada di segmen dakwah yang tidak hanya memberikan motivasi untuk mengamalkan ajaran syariat yang sudah menjadi pengetahuan umum. Dia berusaha untuk menggali pemahaman sendiri dari Alquran dan hadis dengan tanpa merujuk pada keterangan para ulama atau lebih dari itu ia membuka peluang agar para pendengar bertanya kepadanya tentang persoalan-persoalan agama untuk kemudian dia jawab sendiri secara langsung.

Model dakwah yang kedua seperti itulah yang tidak boleh diambil oleh para tokoh hijrah atau siapapun yang baru saja masuk Islam, sebab jangankan mereka yang baru memeluk Islam bahkan mereka yang Islam sejak lahir atau sudah mempelajari Islam puluhan tahun sekali pun belum tentu bisa sampai pada level kapasitas untuk berfatwa menjawab kasus-kasus baru dari sudut pandang agama. Inilah yang menjawab kenapa banyak para ustad atau ulama yang tidak mau berfatwa bahkan enggan tampil ke permukaan. Sebab mereka sadar belum mencapai kapasitas itu. Jadi bukan soal pede atau tidak pede mau atau tidak mau.