Etika dalam Berjanji
![]() |
Etika dalam Berjanji |
Janji adalah mengikat hubungan antara seseorang dengan
orang lain ataupun antara sekelompok dengan sekelompok yang lain. Dalam berjanji
kita harus memenuhi apa yang telah diikrarkan dalam perjanjian. Memenuhi hak
tersebut adalah bagian dari etika berjanji.
Bahkan Sedari kecil orang tua kita telah menanamkan
pada diri kita dan selalu mengingatkan tentang pentingnya memenuhi suatu janji.
Sehingga kita sering mendengar ada pepatah dahulu yang selalu digaung-gaungkan
yaitu janji adalah hutang.
Islam adalah agama yang sangat menekankan kepada
setiap penganutnya dalam hal pemenuhan janji, dan Islam telah menerapkannya di
setiap perjanjian-perjanjian dengan sesamanya atau dengan perjanjian musuh-musuhnya.
Islam tidak memandang bulu dengan siapa kita mengikat perjanjian maka wajib
untuk ditepati dan dipenuhinya.
Kalau kita membaca catatan-catatan sejarah, kita banyak
menjumpai kisah-kisah orang terdahulu tentang perintah pemenuhan janji, salah
satunya sebagaimana yang diabadikan dan dikisahkan dalam sebuah hadis berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ وَابْنُ جَعْفَرٍ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي الْفَيْضِ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فِي حَدِيثِهِ سَمِعْتُ سُلَيْمَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ كَانَ بَيْنَ مُعَاوِيَةَ وَبَيْنَ الرُّومِ عَهْدٌ وَكَانَ يَسِيرُ نَحْوَ بِلَادِهِمْ حَتَّى يَنْقَضِيَ الْعَهْدُ فَيَغْزُوَهُمْ فَجَعَلَ رَجُلٌ عَلَى دَابَّةٍ يَقُولُ وَفَاءٌ لَا غَدْرٌ وَفَاءٌ لَا غَدْرٌ فَإِذَا هُوَ عَمْرُو بْنُ عَبَسَةَ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ عَهْدٌ فَلَا يَحِلَّ عُقْدَةً وَلَا يَشُدَّهَا حَتَّى يَمْضِيَ أَمَدُهَا أَوْ يَنْبِذَ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ فَرَجَعَ مُعَاوِيَةُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ. (رواه احمد)
Artinya:
Sulaim bin 'Amir (w. 13 H) berkata, telah terjadi
perjanjian antara Mu'awiyah dan orang Romawi. Lalu (Mu'awiyah r.a) berjalan
menuju ke Romawi. Hingga saat perjanjian telah selesai, ia menyerbu mereka. Lalu
ada seorang laki-laki yang menaiki kendaraannya dan berkata, "Penuhilah
janji, jangan ada khianat. Penuhilah janji, jangan ada khianat." Ternyata
orang itu adalah 'Amru bin 'Abasah. Lalu saya menanyakan hal itu, dan dia
berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang
mengikat perjanjian dengan suatu kaum, ia tidak boleh melepasnya, atau menarik
janjinya sampai perjanjian itu habis atau keduanya sama-sama
membatalkannya." Lalu Mu'awiyah r.a kembali. (H.R. Ahmad, 164 H - 241 H, 77
tahun).
Hadis di atas menjelaskan tentang bagaimana etika dan
aturan bagi muslim yang melakukan perjanjian dengan pihak lain. Rasulullah saw.
memerintahkan untuk memenuhi janji satu sama lain dan tidak mengkhianatinya,
sampai kedua belah pihak menyepakati untuk membatalkannya.
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Di
dalamnya diajarkan dan diatur bagaimana kita dalam melakukan hubungan dengan
sesama manusia. Salah satunya adalah dengan selalu memenuhi janji.
Seseorang yang selalu memenuhi janji sudah pasti sifat
kejujuran melekat dalam dirinya. Kejujuran adalah kunci dari kepercayaan orang
lain kepada kita, Karena kejujuran membangun kepercayaan.
Jika kita menjadi seorang yang tak dapat memenuhi janji, maka akan mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan orang lain pada kita. Ingatlah bahwa harga kepercayaan itu sangat mahal. Begitu sulit menumbuhkan kembali apabila pernah tercoreng dan luka.
Termasuk juga dalam agama Islam, suri tauladan tentang
sifat jujur dan kejujuran melekat dalam sifat uswatun-hasanah Rasulullah saw.
Diriwayatkan juga bahwasanya Nabi Muhammad SAW mendapatkan gelar al-Amiin
sebelum diangkat menjadi rasul.
Sedangkan kebalikan dari jujur yaitu culas, curang,
bohong ataupun hal yang semisalnya merupakan salah satu sifat yang tercela,
berdosa dan termasuk salah suatu keburukan yang membawa kepada celaka.
Semoga kita semua dihindarkan dari sifat-sifat yang
tercela dan semoga Allah permudahkan kita dalam memenuhi setiap janji yang
telah kita ikrarkan. Amin amin amin.
Wallahu a'lam