Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Pemugaran Ka’bah dan Peran Penting Rasulullah di Dalamnya

 Kisah Pemugaran Ka’bah dan Peran Penting Rasulullah di Dalamnya

Allah SWT menghendaki tahun kelahiran Fatimah bertepatan dengan peristiwa besar. Mayoritas Ahlussunnah mengatakan bahwa Fatimah Az-Zahra lahir lima tahun sebelum diangkatnya Rasulullah SAW sebagai Rasulullah. Dikatakan peristiwa besar karena seluruh penjuru kota Mekkah terguncang dan hampir terjadi perang antar suku. Ini mengacu pada pembangunan kembali Ka'bah untuk keempat kalinya. Kaum Quraisy membangun kembali Ka'bah setelah hujan dan banjir hampir meruntuhkan dinding dan fondasinya. 

Meskipun kaum Quraisy setuju untuk membangun kembali Ka’bah yang hampir rusak, tidak ada satu pun dari mereka yang berani untuk memulainya. Mereka sangat menghormati proses penghancuran ini dan khawatir akan ada kutukan jika mereka melakukannya. Tentu saja, mereka masih ingat kejadian 35 tahun lalu, ketika pasukan gajah Abrahah ingin menghancurkan Ka'bah. Saat itulah Abrahah dan pasukan besarnya diluluh lantakkan oleh serangan sekawanan burung Ababil yang menjatuhkan batu panas dari paruh dan kaki mereka. Kondisi mereka seperti daun yang dimakan ulat seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Al-Fîl ayat 5.

Hal ini menimbulkan dilema bagi kaum Quraisy, di satu sisi, mereka ingin menyelamatkan Ka'bah dan membangunnya kembali setelah banjir, yang menyebabkan temboknya retak dan sebagian runtuh. Di sisi lain mereka takut akan terjadi sesuatu jika mereka merenovasi bangunan suci tersebut. Lebih khusus lagi, mereka takut Tuhan akan marah karena "rumahnya" direnovasi untuk diperbaiki. 

Akhirnya kaum Quraisy berunding. Setiap pemimpin suku berkumpul dan memberikan pendapatnya tentang siapa dan bagaimana bangunan itu akan dihancurkan. Sebagian besar menolak. Hingga akhirnya Walid bin Mughirah al-Makhzumi datang memberi semangat. Dia mengambil palu dan mengangkatnya dan berkata, 'Ya Tuhan, kami tidak menginginkan apa pun selain kebaikan. Kemudian dia memukul dinding tengah Ka'bah hingga sisi-sisinya mulai runtuh. Ketika kaum Quraisy melihat sisi Ka'bah runtuh, kaum Quraisy meninggalkan bangunan suci tersebut dengan perasaan khawatir, tentunya takut terjadi sesuatu pada mereka. Mereka menunggu apakah  kutukan Allah akan menimpa Walid ibn Mughira atau  sebaliknya. 

Keesokan harinya langit cerah seperti biasa dan Walid tidak mengalami apa-apa. Tidak ada pertanda seburuk kekhawatiran mereka kemarin. Melihat hal itu, para pemuka Quraisy menjadi bersemangat. Mereka menerima kenyataan bahwa sudah waktunya untuk merestorasi bangunan suci tersebut. Mereka kemudian sepakat untuk memulai pemugaran Ka’bah. Ibnu Hisyam mengatakan bahwa ketika semua persiapan telah selesai, mereka mulai menggali batu dari dinding Ka'bah. 

Orang pertama yang memulainya bernama 'Aiz bin Marwan bin Makhzum. Saat itulah dia mendapati sesuatu yang luar biasa. Mengapa? Karena batu-batu tembok Ka'bah yang digalinya jatuh dari tangannya dan kembali ke tempatnya semula. Ini terus terjadi. Setelah itu, 'Aiz berkata: "Kami akan melanjutkan pemugaran, tetapi kami tidak akan menerima sesuatu yang tidak baik dalam kerangka pemugaran ini. Tidak boleh ada yang berasal dari perzinahan, riba atau penganiayaan terhadap siapa pun."

Setelah itu, kaum Quraisy mengatur pemugaran Ka’bah dengan niat baik, dengan semangat dan dengan biaya yang Halal. Mereka bekerja sama dalam semangat kerukunan, tidak berdebat dan bahu membahu, dan Rasulullah SAW sendiri ikut mengangkat batu-batu pemugaran Ka’bah. Penduduk Mekkah memperbolehkan masing-masing kelompok untuk mengurus bagian dari keempat sudut Ka’bah. Akhirnya dilakukan penggalian hingga mencapai pondasi yang pernah diletakkan oleh Nabi Ibrahim (lihat QS. Al-Baqarah [2]:127). 

Namun, ketika pemugaran mencapai tahap pengembalian Hajar Aswad, terjadi ketidak sepakatan karena semua suku atau kelompok berhak mengembalikan Hajar Aswad ke tempat asalnya, yaitu di sudut selatan Ka’bah, pada ketinggian 1,10 meter. Batu itu sendiri berukuran panjang 25 cm dan lebar sekitar 17 cm. Sengketa itu hampir memicu perang besar. Dapat dibayangkan bahwa setiap suku berdiri selama empat malam dengan pedangnya dan siap berperang. Nyatanya, semua orang memasukkan tangan mereka ke dalam bejana yang penuh dengan darah dan menunjukkan tekad.

Abu Umayyah ibn al-Mughirah melangkah maju dan berkata: Cukup! Tenang, wahai Quraisy!” Dia kemudian menyarankan untuk menunjuk orang ketiga sebagai penengah. Abu Umayyah mengemukakan bahwa dalam masalah yang mereka hadapi saat itu, pihak atau hakim yang menentukan adalah orang pertama yang masuk ke pintu masjid, artinya siapa pun yang datang lebih dulu membuat keputusan. Seluruh suku khawatir dan setuju untuk menerima solusi dari Abu Umayyah, berharap seseorang yang layak menempatkan Hajar Aswad akan datang melalui pintu masjid. Kemudian mereka melepaskan pedang mereka dan permusuhan di antara mereka berakhir. Mereka berkata: "Kami setuju dan kami siap dengan pendapat Abu Umayyah!"

Ternyata yang pertama kali muncul di depan pintu masjid adalah Rasulullah SAW yang sebelumnya juga terlibat dalam pengangkutan batu untuk pemugaran Ka’bah. Ternyata ini adalah rencana Allah SWT. Dan mereka semua menyambut baik karena sampai saat ini mereka mengenal kepribadian Rasulullah dan memanggilnya dengan sebutan al-Amin (Yang Terpercaya). Mereka berkata: "Itu Muhammad! Dia adalah orang yang jujur. yang datang melalui pintu itu adalah Muhammad, al-Amin! Kami senang dengan dia." Pesona Muhammad bin Abdullah begitu menenangkan hati setiap orang. Tentu semuanya sesuai dengan kehendak Allah SWT yang selalu menjaga orang-orang yang dicintainya. Rasulullah menabur cinta di antara mereka.

Apalagi Rasulullah membuat keputusan yang sangat mengesankan dan bijaksana. Ia meminta selembar kain, lalu mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tengah-tengah kain itu. Selanjutnya beliau mempersilakan perwakilan masing-masing suku untuk bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat Hajar Aswad, setelah itu Hajar Aswad ditempatkan kembali dengan kedua tangan Rasulullah di tempatnya semula. Tentu saja semua orang senang dan menerima. Pada akhirnya, pertikaian yang nyaris berujung pertumpahan darah dapat dicegah. Salah satu dari mereka berkomentar: “Betapa indah dan luar biasa orang tua dan bangsawan itu menunjuk seorang pemuda untuk menilai perselisihan mereka. Demi Tuhan, dia pasti akan mengungguli mereka dan pasti dia akan berperan besar sesudah ini."

Peristiwa sejarah itu membuat masyarakat Quraisy kembali damai, ketulusan kepada sesama tetap terjaga dan kehormatan bangsa tetap dijunjung tinggi. Mekkah kembali damai. Tuhan melindungi penduduk Mekkah dari pertumpahan darah. Dan Muhammad ibn Abdullah telah memberikan kemuliaan dan rasa hormat kepada kaum Quraisy dan meningkatkan kebanggaan dan kebesaran kaumnya.


Penulis: Teuku Manyak Wahid Akbar