Alasan Mengapa Allah Dan Malaikat Bershalawat Kepada Nabi Muhammad SAW
Salah satu ibadah yang sangat sering
dianjurkan oleh para ulama untuk dilakukan oleh para umat yang merindukan
Nabinya adalah memperbanyak bacaan shalawat kepada Rasulullah Muhammad
shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Ini perlu mengingat banyaknya keistimewaan shalawat
yang tidak dimiliki oleh amalan-amalan selainnya.
Secara bahasa as-shalawât ( الصلوات )
merupakan bentuk jamak dari kata as-shalât ( الصلاة ) yang berarti berdoa.
Karenanya maka bershalawat kepada Rasulullah berarti mendoakan kebaikan bagi
beliau. Ini secara bahasa.
Namun demikian apakah perintah untuk
bershalawat kepada Nabi memang ditujukan dan dimaksudkan agar umat ini
mendoakan beliau? Ada banyak penjelasan ulama tentang hal ini.
Allah subhânahû wa ta’âlâ di dalam Surat
Al-Ahzab ayat 56 berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya selalu bershalawat kepada Nabi Muhammad. Wahai orang-orang yang
beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan
sungguh-sungguh.”
Setidaknya ada dua poin besar yang bisa
dipahami dari ayat di atas, yakni:
Pertama, Allah dan para malaikat selalu
bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Kedua, adanya
perintah bagi orang-orang mukmin untuk bershalawat dan bersalam kepada beliau.
Dari kedua poin besar itu kemudian lahir
beberapa pertanyaan di antaranya:
Apa makna shalawat yang berasal dari Allah,
para malaikat dan orang-orang mukmin? Bila shalawat memiliki makna dasar berdoa
sebagaimana dijelaskan di atas, maka apa maksud Allah bershalawat kepada Nabi,
apakah Allah mendoakan beliau? Bila iya, lalu Allah berdoa kepada siapa?
Bila Allah telah bershalawat kepada Nabi, lalu
apa faedah shalawatnya para malaikat dan faedahnya orang-orang mukmin juga
diperintah untuk bershalawat? Tidakkah shalawat-Nya Allah sudah lebih dari
cukup sehingga tak dibutuhkan lagi dari selain-Nya?
Imam Al-Qurtubi di dalam kitab tafsirnya
menjelaskan bahwa shalawatnya Allah kepada Nabi Muhammad berarti rahmat dan
keridhoan-Nya kepada beliau. Sedangkan shalawatnya para malaikat berarti doa
dan permohonan ampun (istighfar) mereka bagi Rasulullah. Adapun shalawatnya
umat beliau merupakan doa dan pengagungan terhadap kedudukan Rasulullah
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam (Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi,
Al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân, Kairo, Darul Hadis, 2010, jil. VII, hal. 523).
Makna-makna ini tidak saja disampaikan oleh Al-Qurthubi tapi juga oleh para
mufassir di dalam berbagai kitab mereka.
Dari sini bisa dipahami bahwa shalawat yang
disampaikan oleh Allah, para malaikat, dan orang-orang mukmin memiliki makna
yang berbeda satu sama lain. Shalawatnya Allah kepada Nabi jelas tidak mungkin
diartikan sebagai doa bagi beliau. Karena mendoakan kebaikan bagi seseorang
berarti memohonkan suatu kemanfaatan bagi orang tersebut dari pihak ketiga.
Bila shalawatnya Allah dimaknai demikian maka kepada siapakah Allah memintakan
kebaikan bagi Nabi-Nya? Jelas ini mustahil.
Selanjutnya ada kesamaan makna antara shalawat
yang disampaikan oleh para malaikat dan shalawat yang dibacakan oleh
orang-orang mukmin, yakni sama-sama bermakna doa atau permohonan kebaikan bagi
beliau. Dengan bershalawat para malaikat dan orang-orang mukmin memohon kepada
Allah untuk selalu mencurahkan rahmat dan pengagugan-Nya kepada Baginda
Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Hanya saja perlu digaris bawahi pula bahwa
yang demikian itu bukan berarti Rasulullah membutuhkan doanya para malaikat dan
umat untuk kebaikan diri beliau. Bila Rasulullah butuh terhadap doanya malaikat
dan umatnya yang berupa shalawat maka kiranya shalawat Allah kepada beliau
sudah lebih dari cukup, tak ada kebutuhan doa shalawat dari selain-Nya.
Berbeda-bedanya makna shalawat yang dilakukan
oleh Allah dan para malaikat serta orang-orang mukmin semuanya sejatinya
dimaksudkan untuk satu hal, yakni memperlihatkan pengagungan kepada beliau dan
menghormati kedudukan beliau yang luhur sebagaimana mestinya. Hal ini sama
dengan ketika Allah memerintahkan kita untuk selalu mengingat-Nya, bukan
berarti Allah butuh diingat oleh hamba-Nya namun karena untuk menunjukkan
kebesaran dan kedudukan-Nya.
Dalam hal ini Imam Fakhrudin Ar-Razi di dalam
kitab tafsir Mafâtîhul Ghaib menjelaskan:
الصَّلَاةُ
عَلَيْهِ لَيْسَ لِحَاجَتِهِ إِلَيْهَا وَإِلَّا فَلَا حَاجَةَ إِلَى صَلَاةِ
الْمَلَائِكَةِ مَعَ صَلَاةِ اللَّهِ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا هُوَ لِإِظْهَارِ
تَعْظِيمِهِ، كَمَا أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَوْجَبَ عَلَيْنَا ذِكْرَ نَفْسِهِ
وَلَا حَاجَةَ لَهُ إِلَيْهِ، وَإِنَّمَا هُوَ لِإِظْهَارِ تَعْظِيمِهِ مِنَّا
شَفَقَةً عَلَيْنَا لِيُثِيبَنَا عَلَيْهِ
Artinya: “Bershalawat kepada Nabi bukanlah
karena kebutuhan beliau kepadanya. Bila Nabi membutuhkan shalawat maka tak ada
kebutuhan terhadap shalawatnya malaikat yang bersamaan dengan shalawatnya Allah
kepada beliau. Shalawat itu hanya untuk menampakkan pengagungan terhadap
beliau, sebagaimana Allah memerintahkan kita untuk mengingat Dzat-Nya sementara
Allah tak memeiliki kebutuhan untuk diingat. Hal itu semata-mata karena untuk
menampakkan sikap pengagungan terhadap beliau dari kita dan untuk Allah
memberikan ganjaran bagi kita atas pengagungan tersebut.” (Fakhrudin Ar-Razi,
Mafâtîhul Ghaib, 2000 [Beirut: Darul Fikr, 1981], Jil. XXV, hal. 229)
Imam Baidlowi dalam tafsirnya menyampaikan
bahwa Allah dan para malaikat bershalawat kepada Nabi artinya memberikan
perhatian dalam menampakkan kemuliaan beliau dan mengagungkan kedudukannya.
Sedangkan perintah kepada orang-orang mukmin untuk bershalawat kepada beliau
berarti perintah agar mereka ikut serta memperhatikan pengagungan tersebut
karena mereka lebih selayaknya mengagungkan Baginda Rasulullah dengan membaca
shalawat Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad. (Nashirudin Al-Baidlowi, Anwârut
Tanzîl wa Asrârut Ta’wîl, 2000 [Damaskud: Darur Rosyid], Jil. III, hal. 94)
Lebih lanjut, diperintahkannya orang-orang
mukmin bershalawat kepada Nabi selain untuk mengagungkan beliau juga
dimaksudkan agar shalawat menjadi sarana bagi mereka untuk mendapatkan pahala
dan anugerah dari Allah yang berlimpah ruah. Dalam hal ini Rasulullah pernah
bersabda:
مَنْ
صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ عَشْرًا
Artinya: “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku sekali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
Orang yang mendapat shalawat dari Allah
berarti dia mendapatkan anugerah yang sangat besar dari-Nya. Hal ini bisa
dipahami setidaknya dari ekspresi Rasulullah ketika diberitahu malaikat Jibril
perihal orang yang bershalawat kepada Nabi akan mendapat sepuluh shalawat dari
Allah. Saat itu Rasulullah seketika bersujud sangat lama sekali sebagai rasa
syukur bahwa umatnya mendapat anugerah yang begitu besar dari Allah hanya
dengan bershalawat sekali saja.
Dengan demikian sesungguhnya yang membutuhkan
shalawat bukanlah diri Rasulullah, namun umat beliau. Sebab ketika seseorang
bershalawat kepadanya maka ia akan mendapatkan limpahan anugerah dari
shalawatnya itu.
Wallâhu a’lam.
Semoga kita semua kelak mendapatkan keridhoan Allah dan syafaat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.