Zuhud selain di Dunia juga di akhirat
![]() |
Ilustrasi Seorang hamba yang taat beribadah. |
Zuhud seringkali dipahami sebagai sikap meninggalkan kecintaan terhadap dunia dan segala gemerlapnya.
Namun, zuhud yang sejati tidak hanya berhenti pada sikap terhadap dunia.
Zuhud sejati juga mencakup bagaimana seseorang memandang akhirat.
Seorang yang zuhud sejati tidak hanya tidak terikat pada harta dan kemewahan dunia.
Ia juga tidak menjadikan surga dan kenikmatannya sebagai tujuan utama ibadah.
Lalu, bagaimana zuhud dalam konteks akhirat?
Makna Zuhud terhadap Akhirat
Zuhud terhadap akhirat bukan berarti menolak atau meremehkan surga.
Ini lebih kepada memurnikan niat dalam beribadah.
Seorang hamba yang zuhud beribadah bukan karena mengharap surga atau takut neraka.
Ia beribadah karena cinta dan pengabdian tulus kepada Allah.
Sebagaimana perkataan Rabi'ah al-Adawiyyah:
"Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya."
"Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, jauhkan aku darinya."
"Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, janganlah Engkau halangi aku dari keindahan wajah-Mu."
Inilah tingkat zuhud yang tinggi.
Di mana seseorang tidak lagi terikat pada imbalan, bahkan imbalan surga sekalipun.
Zuhud dalam Ibadah: Lillahi Ta'ala
Zuhud di akhirat berarti membersihkan hati dari segala motif selain Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)
Orang yang zuhud di akhirat beramal semata-mata karena Allah.
Bukan karena ingin dipuji atau mendapat balasan.
Ia meyakini bahwa hakikat ibadah adalah mendekatkan diri kepada-Nya.
Bukan sekadar transaksi "amal untuk surga".
Surga Bukan Tujuan, Tetapi Anugerah
Bagi seorang 'ārif (yang mengenal Allah dengan mendalam), surga adalah anugerah.
Bukan tujuan utama.
Tujuan utamanya adalah ridha Allah.
Sebagaimana seorang pecinta sejati tidak meminta upah dari kekasihnya.
Begitu pula seorang hamba yang zuhud—ia mencintai Allah tanpa syarat.
Imam Al-Ghazali dalam Ihyā' 'Ulūmiddīn menjelaskan:
Tingkat tertinggi ibadah adalah ketika seseorang menyembah Allah karena Dia layak disembah.
Bukan karena mengharap pahala atau takut siksa.
Apakah Ini Berarti Menolak Surga?
Tentu tidak.
Seorang Muslim tetap berharap surga dan berlindung dari neraka.
Tetapi ia tidak menjadikannya sebagai motivasi utama.
Ia meyakini bahwa surga adalah karunia Allah.
Bukan hasil tawar-menawar amal.
Sikap ini justru mengantarkannya pada derajat ikhlas yang tinggi.
Kesimpulan
Zuhud yang hakiki mencakup dua dimensi.
Pertama, zuhud terhadap dunia.
Kedua, zuhud terhadap akhirat.
Zuhud terhadap dunia berarti tidak terbelenggu materi.
Sedangkan zuhud terhadap akhirat berarti tidak terikat pada balasan.
Tetapi fokus pada keikhlasan dan kecintaan kepada Allah.
Semoga kita bisa mencapai maqam zuhud sejati.
Di mana ibadah kita murni karena Allah.
Bukan karena keinginan pribadi—baik keinginan duniawi maupun ukhrawi.