Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DEJAVU




 Mataku terpaku pada sebuah rumah mewah nan megah, Hampir setiap hari aku melewati rumah ini, aku juga tidak mengerti, mengapa kaki ku selalu saja menuntunku ke tempat ini, sebuah rumah yang berhasil menyita 20 menit ku serta membuang pahalaku hanya karena berkomentar tentangnya. Bukankah ini rumah impian semua orang? Namun, tidak denganku, dengan melihat saja, aku tahu bahwa penghuninya penuh dengan kesengsaraan, bagaimana tidak..? beliau rela menjual kebahagiaannya 

Aku pemulung kecil, tinggal seorang diri tanpa orang tua di sebuah gubuk kecil dekat jembatan kota, aku merasa hidupku penuh dengan keanehan. Buktinya, aku tidak tahu kapan aku lahir sehingga bisa semiskin ini, bahkan aku tidak mengenal ibu dan bapakku.

Entah mengapa hari ini aku ingin sedikit lebih lama berdiri didepan rumah ini. Rumah yang penuh dengan kesunyian atau mungkin rumahnya memang tidak berpenghuni? Tanpa sadar mataku beralih pada sebuah ayunan di samping rumah. Aku merasa deja-vu, mataku kembali beralih dengan cepat menatap sebuah mainan yang tampak kotor di dekat sebuah pohon. Aku mengenalnya, yapp.. mainan itu, aku mengenalnya. Tapi , mengapa aku mengenalnya? Mengapa aku merasa akrab? Mengapa seolah-olah aku pernah bermain dengannya.

Sebelumnya ,aku tidak pernah memperhatikan benda-benda disekeliling rumah ini, karena mataku hanya terpusat pada kemegahan saja, aku pun menghentikan aktifitasku, hari semakin siang, aku harus secepatnya beranjak dari tempat ini.

Heii... 

Sebuah suara berhasil menghentikan langkahku, aku berpaling, sosok anak kecil berbaju putih keluar dari rumah itu, ia terus saja berjalan mendekatiku dan serasa aku mengenalnya. Baca Juga : Berkah bumi pasantren

......

Aku mendekati sebuah kamar yang selalu ingin kurasakan kehangatan pemiliknya. Dengan hati-hati, aku membuka kenop pintu kamar itu, didalam sana terlihat jelas seorang wanita dewasa yang sedang mondar-mandir dengan beberapa kertas bermap-map di tangannya. Aku memberanikan diriku untuk bersuara, kuharap hari ini akan sedikit berbeda daripada hari-hari sebelumnya.

“mama..! maukah mama mau mengantar disa kesekolah pagi ini ..?”

Huff... aku menghela nafas berat. Aku sedikit lega, akhirnya kata-kata itu berhasil keluar dari mulut mungilku. Namun aku sedikit kecewa  karena wanita it kembali tidak menggubrisku, apa segitu kecilnya aku sehingga tidak terlihat atau karena rendahnya intonasi saat bersuara? ,Sekarang wanita itu malah melewatiku begitu saja tanpa menyadari kehadiranku. Aku Pun Memutuskan untuk tidak sekolah hari ini, aku harus mencari cara agar wanita itu bisa melihatku, apa jangan-jangan matanya sudah rabun? , apa aku harus membelinya kacamata? ,atau memang aku yang tidak terlihat? , kau segera berlari ke sebuah cermin besar dirumahku, kau melihat diriku dengan jelas terpantul di cermin itu. Ternyata benar, aku sangat kecil, aku harus meminum beberapa obat agar aku lebih besar dan wanita itu dapat melihatku.

.....

Anak kecil itu menatap sayu ke arahku dengan lembut ia memegang pundakku “kembalilah” , ucapnya yang sama sekali tidak aku mengerti, tiba-tiba saja ia tersenyum ke arahku dan pergi meninggalkanku begitu saja sebelum aku sempat bertanya maksud dari ucapannya.

Aku kembali menyusuri tepi jalan kota untuk memungut beberapa aqua plastik yang bisa dijual. Namun, pikiranku masih saja memikirkan ucapan itu. “kembalilah!”, kemana? Kemana aku harus kembali?, desahku tanpa sadar.

Tit..tit..tit..

Tanpa kusadari kakiku melangkah terlalu jauh dari tepi jalan, sehingga aku tidak bisa mengelak sebuah mobil yang melaju cepat ke arahku. THUM....!!!

......

“tolong jangan lepaskan alat ini dokter, anak saya masih hidup, tolong dokter!, disa anakku bangunlah.. mama sayang kamu nak.. bangunlah jangan tinggalkan mama sendiri”, “ibu maaf bu, sudah 6 bulan alat ini terpasang di badan anak ibu, tapi.. tidak ada tanda-tanda bahwa anak ibu masih hidup, bersabarlah bu..”,  “tidak dokter, saya mohon jangan lakukan itu.. dia pasti bangun, saya dapat merasakannya, dia masih hidup dok”,

Suara itu aku mengenalnya, bukankah itu suara wanita yang kurindukan?, tapi mengapa ia menangis , dan dia berulang kali menyebut namaku. Apa aku salah mendengar?, apa yang terjadi dengan diriku?, mengapa badanku rasanya kaku, aku ingin memeluknya, aku harus bisa menggerakkan tubuhku. “dokter..!, lihat tangannya bergerak , lihatlah dokter!” , “subhanallah, ini kuasa Allah!, saya akan memeriksanya”.

....

 THUMB... lelaki tua itu terlambat, mobil itu berhenti tepat setelah menabrak pemulung kecil itu, ia merasa ,menyesal, dengan rasa tanggung jawab ia turun dari mobilnya dan mendekati tempat kejadian, lelaki tua itu terkejut.

“mustahil..” ucap lelaki tua itu dalam keterkejutan.

Ia terkejut, karena ia tidak menemukan pemulung kecil itu, bahkan sekedar bercak darah bekas tabrakan pun tak ia temukan sedikitpun. 

“pak.. apa yang ada cari?” tanya seorang pedagang jalanan yang heran dengan tingkah laku sang lelaki tua.

“apa anda melihat anak kecil yang saya tabrak tadi disini?” ucap lelaki tua itu. “maaf pak, tidak seorang pun yang anda tabrak, mungkin anda hanya berhalusinasi saja pak!”

Bapak tua itu terpaku mendengar penuturan sang pedagang, apa ada yang salah dengannya, tapi ia benar-benar yakin bahwa tadi ia menabrak seseorang, lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan segera berbalik arah menuju mobilnya kembali, ia berusaha menganggap hal itu benar-benar tidak pernah terjadi.

“karena aku hanya bayangan dari benak-benak yang ingin terlupakan, karena aku hanya bayangan dari kehidupan yang tidak ingin diciptakan, karena aku...

Hanyalah secercah imajinasi dari pikiran yang tak diingatkan”


Oleh: Rabithah 5e