Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hikmah dibalik perjuangan menuntut ilmuku




    “alhamdulillah, Yazid mendapat beasiswa ke mesir bu!”, sahut Yazid dengan senyuman khasnya

“Alhamdulillah, ibu juga jadi ikutan senang mendengarnya, terus berangkatnya kapan zid?”, sahut ibu sembari memeluk Yazid

“ooo, kalo soal berangkat insya allah bulan depan bu!”, sahut Yazid dengan semangat

“emang Yazid udah yakin mau mengambil beasiswa itu?”, sahut ibunya Yazid

“itulah bu, yazid masih bimbang, masih ragu bu, karena yazid belum kasih tau abuya di pesantren”, sahut Yazid yang masih kebingungan

“sebaiknya Yazid ketemu sama abuya, minta arahannya, insya allah pasti akan ngasih jalan keluarnya kok”, sahut ibu yang berusaha menenangkan Yazid

Amin!!! Sahut Yazid dengan penuh semangat.

   Keesokan harinya Yazid yang sebelumnya mendapat peluang ke timur tengah ingin meminta izin sekaligus berpamitan dengan abuya, juga kepada guru-guru dan rekan seperjuangannya di mahad, sesampai di sana Yazid tak sengaja ketemu dengan Ikram di gerbang mahad 

“yeh, si gegeh lagoe kiban puhaba”, sahut ikram dengan paut wajahnya yang begitu manis

“Alhamdulillah haba get”, balas Yazid dengan cara khasnya. Mereka adalah teman sekelas saat mondok dulu, susah dan senang selalu di hadapi bersama, mereka bagaikan kelingking dan jari manis yang tidak dapat di pisahkan.

   Yazid dikenal dengan sebutan “sigegeh” karena kegigihan dan semangatnya yang luar biasa saat di mahad, nama lengkapnya Muhammad Yazid kerap dipanggil Yazid, ia adalah sosok laki-laki yang disiplin dan berprinsip, ia juga merupakan idolanya santriwati di mahad, karena prestasinya yang luar biasa juga paras wajahnya yang tampan yang membuat hati semua orang terpikat kepadanya.

   Ia terus berjalan meniti langkah menuju rumah abuya

“assalamualaikum”, Yazid memberi salam

“waalaikumsalam, oh Yazid rupanya”, sahut abuya dengan penuh wibawa, “ka tamong!”. Setelah Yazid dan Ikram duduk, abuya bertanya 

“puna Yazid?” dengan lembut

“maaf abuya, sebelumnya padim-padim uroe ka u likot Yazid na merumpok beasiswa u Mesir abuya, oh watee Yazid pike dan istikharah sang Yazid galak untuk trimong beasiswa nyan abuya, tujuan dan maksud Yazid merumpok abuya ialah Yazid keneuk lake restu serta pertimbangan dari abuya”, jelas Yazid. Abuya tersenyum seolah mengisyarah restu untuknya sesaat kemudian abuya mengangguk sambil mengatakan “Yazid, restu abuya selalu menyertai gata, doa bak abuya, pesan abuya, tetapkan pendirian mu pada I’tikad ahlussunnah waljamaah dan bek tuwoe watee ka lulus untuk bantu mengajar ngon abuya di sinoe”, sahut abuya tersenyum.

   Yazid merupakan murid kesayangan abuya, sehingga abuya juga seperti orang tuanya sendiri. “hai, Zahra”, panggil abuya, Zahra bergegas kedepan untuk memenuhi panggilan abuya, “uan abi”, sahut Zahra dengan lembut, “Zahra, peugoet ie siat ke jamee”, sambung abuya, “get abi”, balas Zahra, tak lama kemudian Zahra datang dengan membawa the dan sedikit semilan.

   Tiba-tiba pandangan Yazid menatap sosok wanita yang telah sangat ia kenali, namun hanya melihat bayangannya saja, sejenak ia terdiam melihat keindahan wajahnya, ia adalah Maghfirah Az-Zahra putri semata wayang abuya Muhammad Rasyid dan ummi Halimatus Sa’diyah, pimpinan tempat Yazid mondok dulu. Maghfirah Az-Zahra adalah sosok wanita pendiam, cerdas, dan baik, biasanya ia dipanggil Zahra, saat abuya melihat keadaan Yazid sekarang dengan keilmuan yang begitu matang ditambah dengan pendidikan yang akan ditempuh di timur tengah, abuya semakin yakin untuk mempertemukan Yazid dengan putrinya dalam suatu bingkai kehidupan, mengingat Yazid orang yang berkemampuan untuk menggantikanya kelak.

   Hari mulai gelap, azam maghrib pun mulai terdengar di musala mahad Nurussa'adah, angin bertiup di iringi hujan dengan rerintihan yang lembut seakan ingin bertemu dengannya, iya, Yazid dialah yang di impikan Zahra saat ini, saat itu Zahra yang sedang duduk di kursi belajar kamarnya mulai memikirkan Yazid yang akan menjauh darinya seakan ia pergi untuk selamanya ternyata sejak dulu Zahra sudah menyimpan rasa yang begitu mendalam kepada Yazid. “Zahra kemari nak!”, panggil abuya yang memecahkan lamunannya Zahra, ia terkejut saat abuya membuka pintu kamarnya, “lagi mikirin siapa?”, Tanya abuya sambil tersenyum, “eng..eng..enggak kok abi, Zahra enggak mikirin siapa-siapa!”, ya udah kalau begitu ayo siap-siap jamaah isya lalu Zahra mengangguk dan masih dalam keadaan kebingungan.

   Jauh sebelum Yazid mondok di pesantren abuya, ternyata orang tuanya Yazid sudah lebih dulu mengenal abuya, karena abinya Yazid dan abuya satu pesantren saat mondok dulu, nama abinya Yazid ialah Abi Yusril El-Hady, kerap di sapa abi di kampungnya, ia merupakan sosok tokoh agama yang tegas dan berilmu ia juga menjabat sebagai imam di kampungnya tersebut, keluarga Yazid dan keluarga abuya sudah seperti satu keluarga yang menyatu dalam suatu bingkai kehidupan.

   Setelah beberapa bulan dengan berbagai persiapan dan kebimbangan, akhirnya tiba waktunya Yazid untuk berangkat ke Negara yang bersimbol elang emas tersebut, keesokan harinya Yazid dan keluarga juga temannya Ikram ikut ke bandara untuk mengantar keberangkatan Yazid, setibanya di bandara, tiba-tiba abuya dan sekeluarga juga Zahra sudah lebih dahulu sampai di bandara dalam rangka mengantar keberangkatan Yazid

   Rupanya abinya Yazid dan abuya sudah merencanakan jauh sebelum Yazid berangkat, saat itu Yazid terharu sampai ia tak bisa berkata apa-apa, ia sedikit mengeluarkan air mata kebahagiaannya,

“ bu doain Yazid ya! Semoga Yazid bisa nyelesain ini semua dan pulang dengan cepat”, pinta Yazid dengan penuh pengharapan

“iya nak, doa ibu selalu menyertaimu”, balas ibu dengan air mata berlinang. Saat Yazid bersalaman dengan abuya, abuya memegangi bahunya Yazid sambil berkata “Yazid jika engkau memang cinta maka kejarlah, jika engkau tak sanggup berlari maka kejarlah walau tak membuahkan hasil setidaknya kau telah berusaha”

   Pesona angin Mesir yang bertiup kencang walau udaranya yang begitu panas, tapi seolah hati tetap ingin menikmatinya dengan hati yang menyimpan beribu pengharapan untuk melangkah ke masa depan dengan membawa impian yang ku perjuangkan hari ini. Sesampai disana Yazid mulai memikirkan Zahra, ia tak tau kenapa sampai memikirkannya, seakan ingin menyatu dalam suatu hubungan halal, padahal selama ini yang ia impikan ialah ilmu di negeri piramida

   Setelah hampir 2 tahun ia di Mesir, abinya dikabarkan sakit parah setelah mendengar kabar tersebut Yazid syok, ia hampir mundur dari studinya yang hampir selesai, ia tak berdaya, seakan ia merasa akan ditinggalkan abinya. Nada dering ponselnya berbunyi, Yazid mengangkat dengan perlahan

“assalamualaikum Zid, apa kabar? Ni Ikram”, oh Ikram sahut Yazid dengan raut wajah yang sedih ia langsung menanyakan keadaan keluarganya,

“ Ikram bagaimana keadaan abiku?”, Tanya Yazid

“Alhamdulillah, sekarang abi kamu sudah baikkan dan pulang dari rumah sakit, abi sudah membaik kok”, sahut Ikram berusaha menenangkan Yazid

“oh Alhamdulillah Yazid jadi ikutan senang dengarnya”, sahut Yazid yang sudah tenang

“oh ya Zid, Zahra nitip salam, katanya semangat belajar di sana jangan menyerah, di sini banyak yang menunggu keberhasilan mu”, cetus Ikram

“oke, sip bisa di atur!”, balas Yazid dengan tawa renyah

   Di tahun berikutnya, Mesir di kabarkan dalam keadaan konflik, padahal tahun ini ialah studi terakhir bagi Yazid. Setelah presiden Mursi di gulingkan oleh panglima angkatan bersenjata Mesir, jenderal Abdul Fatah Al-Sisi di damping oleh ulama Azhar, pimpinan gereja Kristen katolik, pimpinan oposisi Muhammad El-Baradei, pimpinan partai nour islam dengan tokoh gerakan tamaud yang mengorganisir unjuk rasa di lapangan tahrir, keadaan Mesir beubah menjadi rawan, kejahatan dan pembunuhan tanpa ada alasan yang jelas di tambah cuaca yang mengganas apalagi dengan orang-orang yang beriklim tropis seperti Yazid. Baca juga : Cinta dalam diam

   Setelah mengetahui keadaan tersebut, Zahra sangat khawatir terhadap keselamatan orang yang di cintainya begitu juga dengan keluarganya. Yazid hampir putus asa akan keadaan sekarang, ia tidak yakin bisa menyelesaikan studi terakhirnya karena keadaan yang memburuk, saat itu tidak tau harus berbuat apa, ia pergi menemui gurunya, ia ialah Syekh Muhammad Asyraf yang kerap di sapa Syekh Asyraf Al-Hamid.

 “ Assalamualaikum”, Yazid memberi salam

“Waalaikumsalam, ada apa Yazid kelihatannya kamu seperti orang kebingungan”, sahut Syekh dengan lembut

“iya Syekh, saat ini saya bingung akan penyelesaian studi terakhir saya, saya hampir putus asa Syekh”, Yazid mengeluh

“Yazid yakinlah, Allah tidak akan menguji hambanya dengan ujian yang berat, melainkan Allah menguji dengan kadar kemampuan yang di miliki hambanya dan di balik suatu ujian, Allah pasti menyimpan suatu hikmah yang luar biasa untuk mu Yazid, yakinlah!”, Syekh mencoba menenangkan Yazid

“baik Syekh sekarang Yazid jadi lebih tenang dan insya allah Yazid yakin syekh”, sahutnya dengan semangat.

   Muhammad Yazid min indunisiyian tadkulu ila ujrah al an ( Muhammad Yazid dari Indonesia harap masuk ke kamar ), suara panggilan yang terdengar dari loudspeaker untuknya. Saat ingin masuk ke ruang, Yazid tak lupa mengabarkan ummi dan abinya di Aceh lewat via video call

“ assalamualaikum abi ummi apa kabar di sana, Tanya Yazid penasaran

“waalaikumsalam, Alhamdulillah umi dan abimu baik-baik di sini, kamu apa kabar?”, Tanya umi

“Alhamdulillah Yazid juga sehat kok bu, oh sebenarnya hari ini Yazid mau skripsi tentang “tafsir ahkam nisa’fi masalah isti’mal burqah lil fan fiqh wak ru’yit” sekaligus musyahadah khatam Al-Quran yang kira menghabiskan waktu 4 jam lebih, ni juga lagi siap-siap masuk bu!”, jelas Yazid dengan penuh antusias

“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga pendidikan kamu di sana ya nak”, balas umi yang begitu menyimpan harapan

“umi abi, jangan lupa doain Yazid ya”, pinta Yazid dengan ekspresi wajahnya yang senang

   Setelah lulus dengan nilai tertinggi alias mumtaz atau cumlaude. Yazid mulai bersiap untuk meninggalkan kota mumi tersebut, pagi yang cerah menjadi sebuah sejarah bagi Tgk Muhammad Yazid, karena di hari tersebut ia meninggalkan tempat di mana ia menimba ilmu terakhirnya, setelah pesawat yang ditumpanginya Yazid mendarat di bandara Sultan Iskandar Muda tepatnya

   Setelah ia keluar pesawat dan masuk bandara, tiba-tiba orang yang selama ini hadir dalam doanya, kini berada tepat di depannya, ibu, abi, abuya, Zahra dan juga Ikram. Iya! Merekalah yang selalu hadir dalam doanya, setelah rindu yang hampir 4 tahun terpendam, kini saatnya menembus rindu yang kian lama hilang.

   Keesokan harinya Yazid di panggil abuya ke rumah, untuk memenuhi panggilan abuya, ia datang dengan senang hati, setibanya di sana ternyata abuya sudah menanti kedatangannya, setelah ia di persilahkan masuk 

“Yazid, jumat depan abuya adakan resepsi pernikahannya Zahra”, jelas abuya dengan senyumannya

“oh, Alhamdulillah abuya, ngomong-ngomong orang mana abuya”, Tanya Yazid

“iya, dengan orang di depan saya!”, kata abuya sambil tersenyum

“maksudnya apa ya abuya?” Tanya Yazid yang bersimpuh takzim

“iya, maksudnya kamu Yazid”, jawab abuya

“sa..sa..saya abuya?”, Yazid merasa keheranan

“iya, kamu Yazid”, abuya mempertegas jawabannya

“akankah kamu bersedia untuk mendampinginya Yazid?”, Tanya kembali abuya

“insya allah abuya…”, jawab Yazid dengan penuh ketenangan

   Saat itu Yazid seperti berada dalam alam mimpi, seolah ia telah mendapatkan semuanya, saat itu ia juga baru sadar akan ucapan syekhnya di Mesir, rupanya ini hikmah di balik perjuangan selamaku menuntut, Allah juga tidak pernah melupakan hambanya, “terimakasih ya Allah” ucapnya

   Hari pernikahan pun tiba, Yazid yang temani Ikram, berjalan menuju mushola nurussa'adah untuk melaksanakan acara pernikahan dengan putri dari gurunya sendiri, setelah kata-kata sah terucap, jamaah kian menangis terharu akan nikmat yang Allah titipkan

   Akhi…terima kasih engkau telah menjadi Muhammad ku dan engkau telah meminangku menjadi Khadijah mu.


 Oleh: @zieel arbanie (2f), kuta binjei