Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berbohong Demi Melerai Pertikaian, Bolehkah?

Berbohong Demi Melerai Pertikaian, Bolehkah?

Dalam Islam sering kali menyinggung dengan sikap tercela bahkan mendapatkan perhatian serius. Hal ini karena mempertimbangkan efek yang timbul dari suatu sikap. Di antara sifat yang sangat tercela adalah berbohong.

Rasulullah SAW sendiri mempertegas bahwa siapa saja yang berbohong atas namanya padahal beliau tidak pernah melakukannya baik itu dari sisi perbuatan maupun perkataan maka neraka adalah tempat yang layak baginya.

Namun, di saat genting untuk meleraikan suatu pertikaian apakah membolehkan kita untuk berbohong agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan?

Dewasa ini, banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang bertengkar. Bahkan, mereka tak ragu untuk berdusta demi mendamaikan kedua belah pihak yang sedang bertikai dengan dalil-dalil yang mereka temukan. Apalagi saat ini berbagai hukum begitu mudah dapat diaksses di internet. Namun sangat disayangkan apabila sumber informasi yang mereka temukan tersebut bukan informasi yang akurat dan terpercaya.

Bolehkah Berbohong Demi Meleraikan Pertikaian?

Lantas, apakah hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW? Apakah Rasulullah SAW melegalkan untuk berdusta demi peleraian sebuah pertengkaran? Baiklah mari kita simak sabda Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ حُمَيْدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَهُ أَنَّ أُمَّهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عُقْبَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا. (رواه البخاري)

Artinya :

Bahwa Ummu Kultsum binti 'Uqbah (w. 33 H) mengabarkan kepada Humaid, bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Bukanlah disebut pendusta orang yang menyelesaikan perselisihan di antara manusia lalu dia menyampaikan hal-hal yang baik (dari satu pihak yang bertikai) atau dia mengakatakan hal-hal yang baik". (HR. Bukhari)

Dari hadis di atas kita dapat mengambil istifadah bahwa Rasulullah SAW membolehkan untuk berdusta demi mendamaiakan dan meleraikan pertikaian.

Namun pemahaman hadis tersebut tidak boleh dipahami secara mutlak. Dalam hal ini ulama juga memberi keterangan penting agar tidak secara mentah dalam memahami suatu redaksi hadis maupun ayat.

Keterangan Ulama Mengenai Bolehnya Berbohong untuk Meleraikan Pertikaian

Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab fenomenal beliau yaitu Fath al-Bari (syarh Shahih Bukhari) mengatakan bahwa dalam mendamaikan kedua belah pihak yang sedang bertikai adalah bukan dengan berdusta, melainkan dengan mengatakan hal-hal baik tentang seseorang yang sedang bertikai dan diam (tidak mengatakan apa pun) tentang keburukan yang dimilikinya.  Sehingga dengan mengingat kebaikan-kebaikan dari kedua belah pihak diharapkan mampu meredam amarah dari kedua belah pihak dan keduanya dapat kembali berdamai.

Seluruh ulama bersepakat bahwa berdusta diperbolehkan hanya dalam keadaan darurat, seperti dustanya seseorang yang dizalimi (yang tidak salah apa-apa) saat akan dibunuh oleh orang zalim. Maka dia boleh bersumpah dengan dusta untuk menyelamatkan hidupnya. Dalam hal ini, tidak ada dosa baginya.

Pada dasarnya Islam secara mutlak melarang umat manusia berdusta. Karena hal itu dapat menuntun seseorang kepada perbuatan buruk lainnya. Dari satu kebohongan maka akan lahir rentetan kebohongan lainnya sehingga banyak mudharat yang timbul dari suatu kebohongan.

Oleh karena itu marilah kita menjauhkan diri dari sikap tercela tersebut apalagi berbohong atas nama Nabi dan Allah. Semoga kita dilindungi oleh Allah SWT. Amin Amin ...

Wallahu a'lam